Warta Minggu Ini
#PRAYFORPARIS

“Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.”
(Ulangan 31 : 6)

Tagar di atas muncul setelah serangan teroris di Paris. Tagar ini menarik sebab dunia kembali kepada doa ketika musibah terjadi. Musibah yang tak bisa dipahami oleh logika waras manusia sehingga kembali kepada doa menjadi satu-satunya pilihan logis untuk mendapatkan penghiburan. Saat saya beberapa kali mengunjungi beberapa negara Eropa, kunjungan ke gereja-gereja tua menjadi kunjungan yang penting. Katedral Berlin (Berliner Dom) adalah gereja cantik yang kosong jemaatnya di hari Minggu, demikian juga gereja St. Michael di Hamburg. Oude Kerk dan Nieuwe Kerk di Belanda sekarang hanya jadi tempat eksibisi dan konser. Saya merasa miris saat memasuki gereja-gereja tua sarat sejarah itu – dari Eropa-lah kekristenan masuk ke Indonesia, namun kekosongan atau alih fungsi gereja menjadi bukti beribadah kepada Tuhan tak lagi penting di sana. Karena itulah tagar itu jadi menarik buat saya.

Blaise Pascal, ahli matematika dan filsuf Perancis pernah menyatakan – manusia memiliki kehausan yang sangat besar dalam dirinya yang tak bisa dipenuhi oleh apapun kecuali oleh Tuhan saja. Pemazmur sendiri menulis, “Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu?” (Mazmur 139 : 7). Keduanya menyatakan bahwa manusia tak bisa eksis tanpa Tuhan. Sayangnya eksistensi ini baru diyakini justru ketika derita datang. Namun seringkali dalam derita mendalam, Tuhan juga dirasa absen di sana.

Tagar di atas mengakui bahwa dalam duka yang sangat pekat dan ketika otak tak mampu memahami, manusia sebenarnya memerlukan Tuhan. “Mengapa, Tuhan?” adalah pertanyaan yang diajukan ketika manusia merasa bahwa ia menjalani derita dan duka itu sendirian, yang akhirnya bisa membuatnya pahit hati. Tetapi berita tentang kelahiran Kristus justru dimulai dengan suatu janji yang sangat hebat : Allah menyertai kita. Tidak ada syarat dan kondisi dalam janji itu. Artinya janji itu berlaku kapan saja, di mana saja, siapa saja – selama-lamanya Allah beserta kita. Bahkan kematian dan kebangkitan Kristus pun menandai janji-Nya tetap teguh, yaitu Dia beserta kita.

Steven Furtick dari Elevation Church mengatakan bahwa lebih baik menjalani derita bersama Kristus daripada menjalaninya sendirian. Saya sangat setuju dengan pernyataan ini sebab menderita sendirian sungguh tidak menyenangkan, membuat saya masuk ke dalam pusaran duka yang tak berujung. Menjalani derita bersama Tuhan membuat kita menerima manfaat dari kebesertaan-Nya. Kekuatan dari-Nya mengisi kembali semua energi yang hilang bersama tetesan airmata. Ada pengharapan tersedia untuk hari esok. Tersedia jalan keluar. Di sepanjang jalan derita itu kita menemukan orang-orang peduli. Tulisan ini akan jadi sangat panjang jika saya membuat checklist manfaat menjalani derita bersama Tuhan. Sederhananya, jauh lebih bermafaat buat manusia menjalani hidup bersama Tuhan daripada mengenyahkan Tuhan.

Kita bisa saja merasa bahwa keberadaan Tuhan sangat nihil saat menderita. Tetapi kita tak perlu skeptis akan penyertaan Tuhan. Mempertanyakan keberadaan-Nya sama saja dengan mempertanyakan apakah Yesus benar-benar lahir di dunia. Penyertaan Tuhan jauh lebih penting dari alasan kita menderita. Bukankah Allah sudah memenuhi janji-Nya untuk menyelamatkan manusia lewat kelahiran dan kematian Kristus? Masakan kita tak bisa menerima janji penyertaan-Nya yang diberikan bersamaan dengan kelahiran, kematian dan kebangkitan Kristus? Selamat Paska.

(Novi Lasi)

PEMURNIAN KEINGINAN (Renungan Seri Doa Pentakosta), Kamis, 17 Mei 2018
Dalamnya lautan dapat diukur, dalamnya hati siapa yang tahu? Tentunya, kita pernah mendengar peribahasa itu. Peribahasa itu muncul dari...