Dalamnya lautan dapat diukur, dalamnya hati siapa yang tahu? Tentunya, kita pernah mendengar peribahasa itu. Peribahasa itu muncul dari pengamatan akan kondisi hati manusia yang tersembunyi. Misalnya saja, seseorang yang memberikan pertolongan pada orang lain belum tentu didasari karena kemurahan hati dan belas kasihan. Bisa saja, dia melakukannya karena ingin dipuji. Sebaliknya, seseorang yang menolak memberikan bantuan belum tentu karena ia kejam dan jahat. Bisa jadi, ia menolaknya karena ingin mendidik orang yang meminta bantuannya agar dapat lebih mandiri.
Kisah yang serupa juga dapat kita lihat dalam kisah Daud dan Batsyeba. Rakyat yang tidak mengetahui isi hati Daud dapat melihat bahwa tindakkan Daud menikahi Batsyeba adalah tindakan yang mulia. Daud mau menikahi dan menafkahi istri Uria yang tewas di medan perang. Tidak ada orang yang mengetahui bahwa dibalik tindakan itu ada keinginan Daud yang busuk. Walaupun demikian, ingatlah bahwa Tuhan mengetahui keinginan busuk yang tersembunyi secara rapi dalam sebuah skenario yang licik.
Dalam 2 Samuel 11:27b dikatakan, “Tetapi hal yang telah dilakukan Daud itu adalah jahat di mata TUHAN.” Karena itu, ia menugaskan Nabi Natan untuk menegur Daud agar Daud bertobat dan mengalami pemurnian keinginan.
Dari kisah Daud, kita harus belajar memeriksa setiap keinginan-keinginan kita. Apakah keinginan itu sudah sesuai dengan kehendak Allah? Ataukah keinginan itu adalah hal yang jahat di mata Tuhan? Mengapa kita bisa memiliki keinginan yang jahat di mata Tuhan? Periksalah keinginan-keinginan di balik setiap rencana dan tindakan kita. Jadilah orang yang jujur di hadapan Allah dan mintalah Ia memurnikan Setiap keinginan kita. Berdoalah kepada Allah sebagaimana yang diucapkan Pemazmur dalam Mazmur 26:2, “Ujilah aku, ya TUHAN, dan cobalah aku; selidikilah batinku dan hatiku.”
Pokok doa :