“Aku meminta perhatianmu terhadap Febe, saudari kita yang melayani jemaat di Kengkrea, supaya kamu menyambut dia dalam Tuhan, sebagaimana seharusnya bagi orang-orang kudus, dan berikanlah kepadanya bantuan bila diperlukannya. Sebab ia sendiri telah memberikan bantuan kepada banyak orang, juga kepadaku sendiri.” (Roma 16 : 1 – 2)
“Jadi sekarang, ya Tuhan, cabutlah kiranya nyawaku, karena lebih baik aku mati dari pada hidup.” Yunus menggerutu, ia ngambeg. Ia meninggalkan pelayanannya walau hasil yang ia lihat sungguh luar biasa: pertobatan kota yang besar dari kejahatan mereka. Ia tidak melanjutkan pelayanannya, malah menyingkir dan melihat dari jauh. Ia menjadi depresi dan berharap mati dalam marah. Namun Tuhan begitu sabar terhadapnya. Tuhan ‘menyenggol’ Yunus lewat pohon jarak. Ia menegor dengan halus dan memberikan penjelasan kepadanya. Tuhan bertindak sebagai orang tua terhadap Yunus yang bersikap seperti kanak-kanak. Tuhan mengharapkan pengertian Yunus.
Terlibat pelayanan bukan berarti aman dan damai. Seorang teman yang baru saja diangkat menjadi penatua mengaku lelah dalam pelayanannya. “Lebih capek dari kerja di kantor”, katanya. Pelayanan bisa melelahkan dan di akhir waktu, membuat orang kehilangan energi atau ngambeg seperti Yunus yang meninggalkan pelayanannya.
Konsep orang tentang pelayanan adalah soal memberi, tetapi sebenarnya bukan cuma itu saja. Pelayanan juga berarti menerima sehingga ada keseimbangan dan dimampukan meneruskan pelayanan. Kita lihat contoh Febe dalam surat Paulus kepada jemaat Roma atau Paulus sendiri dalam pelayanannya yang sangat menantang. Dia dilayani oleh banyak orang mulai dari jemaat dari kota yang didatangi, teman perjalanan, anak muridnya dan lainnya. Paulus tidak pernah sendiri. Dalam kisah Yunus yang sedang lelah dan ngambeg, luar biasanya adalah Tuhan justru datang melayani Yunus – Ia aktif membuat penjelasan, memberi penghiburan dan pendampingan.
Masalah yang mungkin muncul ketika pelayanan dirasa melelahkan adalah orang tidak terbuka untuk dilayani, baik oleh orang di sekitar ataupun oleh Tuhan sendiri. Beban pelayanan ditanggung sendiri, khawatir dicap lemah jika mengeluh atau membuka beban hati. Atau kuatir dianggap tidak ikhlas melayani. Menanggung sendiri malah membuat pelayan fokus kepada kelelahannya dan lupa melihat karya pelayanan Tuhan dalam dirinya. Karena itu betapa pentingnya kita terbuka terhadap pelayanan orang lain bahkan Tuhan sendiri. Pelayanan dari Tuhan dan sesama akan menyegarkan kita sebab kita tahu bahwa kita tidak sendirian. Kita juga semakin dimantapkan dengan komitmen pelayanan.
Marilah kita bersyukur karena kita tidak hanya melayani, Tuhan juga melayani pelayan-Nya. Selamat memberi dan menerima pelayanan. Selamat menikmati indahnya perjalanan pelayanan di ladang Tuhan.
(Novi Lasi)