
“Kata Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.””
(Lukas 1: 38)
Apa reaksi Anda jika didatangi malaikat? Takut? Senang? Saya pasti pingsan, sebab saya belum pernah melihatnya, sehingga ini menjadi pengalaman yang menakutkan. Saya pasti tidak bisa bereaksi koheren apalagi menyampaikan isi pikiran dengan baik. Maka dari itu, reaksi Maria atas kemunculan Gabriel adalah reaksi yang luar biasa. Pertama, ia mengkhawatirkan relevansi salam itu dengan keadaan dirinya – hendak apakah Tuhan dengan dirinya? Kedua, ia menyampaikan kondisi dirinya yang belum bersuami. Ini fakta yang benar, sebab hamil di luar nikah memiliki konsekuensi sosial yang besar bagi seorang perempuan Yahudi zaman itu.
Tidak ada waktu yang paling tepat merelasikan reaksi Maria seperti reaksi kita atas tahun 2020. Kita melihat fakta gagal / hancurnya rencana yang sudah kita buat. Kita melihat kematian yang melanda manusia begitu dahsyatnya. Kita mengalami hancurnya ekonomi pribadi demi pribadi. Kita menyaksikan relasi antarpribadi yang rusak karena karantina. Kita membaca meningkatnya gangguan psikologis. Kita merasa tidak berdaya, dan kita bertanya, “Tuhan, apakah sebenarnya kehendak-Mu atas kami? Tidakkah Tuhan tahu betapa lemahnya manusia menghadapi bencana pandemi sebesar ini? Bagaimana mungkin ini terjadi pada manusia yang pengetahuannya terbatas?”
Saya rasa adalah hal yang sangat wajar merasa tidak berdaya atas pandemi dengan skala semasif ini. Apalagi feed yang kita terima dari WA / Line, Facebook, IG, Twitter lebih banyak memperkuat rasa ketidakberdayaan kita. Kecemasan kita diberi makan (feed) oleh semua sosmed yang kita ikuti di luar berita dari TV. Kita melihat kenyataan, kita melihat faktanya.
Namun, mari lihat apa pesan yang Gabriel. Ia menyampaikan “Greetings, you who are highly favored! The Lord is with you.” Maria (baca: manusia) terpilih menerima favoritisme Tuhan dan disertai-Nya. Maria masih sangat muda, tidak ada bukti sebelumnya bahwa Maria memiliki iman yang besar dan ia terbukti cemas atas isi salam yang luar biasa itu. Kekurangannya tidak menghentikan pilihan Tuhan. Ketika Maria mengkhawatirkan sisi teknikal kehendak Tuhan (how) dalam Lukas 1: 34, Gabriel menyampaikan Siapa (who) yang berkehendak (Lukas 1: 35).
Fakta yang kita alami memang buruk dan untuk banyak orang di dunia kenyataannya jauh lebih berat daripada sekadar buruk. Namun jika kita terlalu memusatkan perhatian pada fakta betapa beratnya tahun 2020 yang lalu, kita tak mampu melihat Siapa yang berkuasa. Kita jadi lupa bahwa iman kita didasari atas yang tidak kita lihat (Ibrani 11: 1), bukan atas hal fisik yang terlihat. Kita mungkin tak akan tahu pasti mengapa kita mengalami tahun yang berat, tetapi Tuhan tidak absen.
Mari masuki tahun 2021 ini dengan meyakini bahwa kita selamanya milik Tuhan dan Ia berpihak kepada kita – dan Ia cukup bagi kita.
(Novi Lasi)