
“Tetapi Aku telah berkata kepadamu: Sungguhpun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya.”
(Yohanes 6: 36)
Tidak terasa tahun 2019 sudah hampir berakhir, dan musim Natal telah tiba. Seperti di tahun-tahun sebelumnya, tentunya Natal akan diiringi dengan berbagai penampilan, mulai dari acara yang diisi oleh anak-anak Sekolah Minggu, paduan suara gereja, dan berbagai penampilan kreatif lainnya. Pastinya apa yang ditampilkan bukanlah sekadar berdiri, bergerak atau bersuara di atas panggung, melainkan yang utama adalah sebagai bentuk pelayanan kepada Tuhan.
Fenomena yang cukup mencolok setiap kali musim itu tiba adalah sebagian besar umat yang hadir sangat fokus merekam kegiatan-kegiatan tersebut dalam bentuk foto dengan menggunakan smartphone atau kamera. Memang kemajuan teknologi, terutama teknologi fotografi, mendorong fenomena ini semakin digandrungi oleh kawula muda dan tua. Terkadang mereka mengambil gambar dari posisi mereka duduk, sampai bergerak maju mendekati mimbar atau panggung, dan hal ini tidak hanya dilakukan satu dua kali.
Saya kadangkala memerhatikan tindak-tanduk mereka saat di kegiatan-kegiatan Natal tersebut. Kadang mereka terlalu fokus pada aktivitas untuk merekam gambar tersebut, duduk sebentar, melihat hasil fotonya, mengedit dan tidak terlalu peduli dengan jalannya kebaktian atau acara Natal.
Bagi saya, keinginan untuk mengambil foto untuk menyimpan kenangan bahwa anak atau anggota keluarga yang tampil di kegiatan Natal sah-sah saja. Namun, kita perlu menimbang seberapa besar fokus kita dalam kegiatan Natal tersebut? Saya membayangkan bila Yesus lahir di tahun 2019, barangkali fokus orang banyak adalah beramai-ramai datang untuk foto bersama-Nya, kemudian diunggah ke media sosial. Tapi kemudian kita kehilangan makna yang lebih penting daripada kedatangan-Nya ke dunia. Bisa jadi kita kehilangan momen perjumpaan dengan-Nya karena terlalu sibuk berfoto-ria.
Hal ini mengingatkan saya akan kisah di Alkitab di mana Yesus pernah merasa keberatan dengan sikap para pendengar-Nya yang hanya ingin melihat mukzijat yang dilakukan-Nya. Mereka lebih tertarik melihat apa yang Yesus lakukan sebagai pertunjukan dibandingkan mendengar dan melakukan ajaran-Nya. Yesus mengetahui isi hati orang-orang yang mencari-Nya demi tujuan untuk sekadar kagum dengan keajaiban yang telah dilakukan-Nya. Namun, mereka tidak sungguh-sungguh ingin mengenal dan percaya kepada-Nya.
Kembali pada urusan foto-memoto pada berbagai kegiatan kita, khususnya menjelang Natal ini. Tidak pernah ada larangan untuk mengambil foto semau dan sesuka kita. Biarlah kita tidak gagal fokus hanya dengan tertuju pada foto-foto tersebut, namun kita kehilangan momen terindah dari Natal yaitu perjumpaan dengan Sang Juruselamat. Selamat memasuki Adven.
(Fuye Ongko)