
“Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu…”
(Amsal 1: 8)
Suatu kali Charlie Chaplin pernah diajak nonton sirkus oleh ayahnya. Antrian loket kala itu sangat panjang karena kelompok sirkus yang beratraksi saat itu adalah kelompok sirkus yang terkenal. Di dalam antrian yang panjang itu, berdirilah satu keluarga beranggotakan enam orang yang antri di depan ayah Chaplin. Kelihatannya mereka bukan dari keluarga kaya raya, sebab penampilan dan pakaian mereka sangat sederhana. Namun keempat anak dari keluarga ini terlihat sangat bahagia.
Sewaktu hendak membayar tiket, bapak dari keluarga tersebut kelihatan kebingungan. Dia merogoh semua saku bajunya; namun tetap saja, dia sadar uangnya tidak mencukupi untuk membeli enam tiket. Dia terlihat sangat sedih, lalu berdiri di pinggir dan berusaha keluar dari antrian. Ayah Chaplin, yang melihat kejadian tersebut, menjatuhkan uang $20, dari sakunya, di samping si bapak. Ayah Chaplin menepuk pundak sang bapak dan berkata: “Pak, uang Anda jatuh.” Si bapak menoleh ke arah uang yang jatuh, dan memandang ayah Chaplin. Dia sadar bahwa ayah Chaplin ingin membantunya tanpa mempermalukannya di depan anak-anaknya. Mata sang bapak terlihat sendu, namun bibirnya tersenyum sambil mengangguk dan mengucapkan terima kasih kepada ayah Chaplin. Ayah Chaplin membalas senyuman sang bapak, keluar dari antrian lalu menghampiri Chaplin dan mengajaknya pulang. Rupanya uang $20 yang dijatuhkan ayahnya adalah satu-satunya uang yang ada di sakunya. Chaplin hanya bisa memandang wajah keempat anak tersebut yang terlihat bahagia karena dapat melihat pertunjukan sirkus.
Pengalaman itu rupanya sangat membekas dalam hidup Chaplin, dan dia bangga dengan apa yg dilakukan oleh ayahnya. Setelah Chaplin menjadi komedian terkenal, dia menjadi orang yang suka menolong dan mempunyai empati yang besar kepada orang-orang yang tidak mampu. Dia pernah dengan diam-diam memborong tiket pertunjukannya sendiri dan diberikan kepada salah satu panti asuhan. Dia tahu ada salah satu anak panti asuhan tersebut yang mengidolakannya namun tidak pernah bisa menonton pertunjukannya karena harga tiket yang mahal.
Ibarat berlian, bukan dibuat, tetapi dicari dan diupayakan untuk bisa memilikinya. Begitu pula kemurahhatian, kerendahhatian, cinta kasih. Semua itu bukan dibuat, karena sudah ada dari Tuhan yang dianugerahkan kepada setiap manusia. Namun, semua itu harus diupayakan, diasah, dan diteladankan oleh para orangtua serta diwariskan kepada anak-anaknya. Kelak anak-anak pun akan mewariskan teladan yang baik kepada keturunanan selanjutnya, bukan hanya mewariskan harta benda dunia saja. Inilah maksud dari perkataan hikmat dari penulis Amsal. Sekalipun nasihat itu untuk anak-anak agar mereka mendengar didikan orangtua, namun nasihat ini berlaku mengingatkan para orangtua betapa mendidik anak-anak segala yang baik, terutama melalui keteladanan hidup.
Hari Anak Nasional (HAN) dan Bulan Anak baru saja kita lewati, namun didikan melalui keteladanan menjadi pengingat bagi setiap orangtua agar kita mewarisi sesuatu yang berharga bagi anak-anak kita. Buah memang tak jatuh jauh dari pohonnya.
(Yani Himawan)