“Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu bahwa dengan bekerja keras begini kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Lebih berbahagia memberi daripada menerima”.
(Kis. Para Rasul 20: 35 – TB2)
(SEPENGGAL KISAH DI BULAN KESPEL)
Yusuf (bukan nama sebenarnya) adalah anak seorang pemulung di kota Cilacap yang kehidupannya serba kekurangan dan penuh keterbatasan. Ia benar-benar merasakan “pahitnya hidup”. Yusuf anak ketiga dari dari empat bersaudara, namun kakak-kakaknya belum bisa memberikan kontribusi untuk bisa mengentaskan perekonomian keluarganya. Yusuf tergolong pandai di sekolahnya, semangat juangnya tinggi, tetapi apa daya orangtuanya tidak mampu mendukung cita-citanya masuk ke perguruan tinggi. Di tengah keputusasaannya dan dalam keterbatasannya Yusuf melihat ada jalan terbuka, GKI Kayu Putih hadir. Setelah melalui proses evaluasi persyaratan dan ketentuan yang berlaku, akhirnya Yusuf mendapat dukungan beasiswa dan biaya hidup dari GKI Kayu Putih selama dia menjalani pendidikan di sebuah akademi perawat. Dukungan tersebut direspons dengan prestasi akademik yang bagus dari Yusuf. Akhir Oktober 2024 ini dia lulus dan diwisuda.
Kisah nyata di atas adalah kisah ketika GKI Kayu Putih mewujudkan bela rasa di tengah kehidupan masyarakat yang masih rentan serta masih diwarnai berat dan pahitnya hidup. Kita memang harus bekerja keras dan bahkan harus berkompetisi dalam menapaki kehidupan kita, tetapi memang harus diakui ada banyak saudara-saudara kita yang tidak berhasil dan terpuruk kehidupannya. Mungkin mereka tidak mempunyai kesempatan untuk berkembang, tidak mempunyai akses untuk menjalani kehidupan yang lebih baik dan ada yang memang tergilas oleh kejamnya persaingan.
Di sisi lain ada saudara kita yang merasakan manisnya hidup, sukses dalam berkarir dan berbisnis. Ada kehidupan yang diberkati dan ada kehidupan yang kurang beruntung. Ada perbedaan, ada jurang yang harus dijembatani. Memang seharusnya ada peran pemerintah, tetapi kita tidak bisa hanya mengandalkan peran pemerintah semata. Gereja harus tampil menjadi salah satu jembatan atau mediator di antara dua keadaan di atas, agar jurang itu tidak semakin tajam.
Firman “lebih berbahagia memberi daripada menerima” masih relevan. Bulan Kespel adalah bulan memberi dan berbagi, agar gereja menjadi lebih berperan menjadi mediator. Kepada saudara yang diberkati dan berlebih, jika hatinya digerakkan Tuhan untuk memberi, maka sekarang inilah kesempatan untuk berbela-rasa. Sehingga akan semakin banyak Yusuf-Yusuf yang masa depannya terselamatkan dan merasakan kembali secercah sinar kembalinya pengharapan dan lepas dari pahitnya kehidupan.
Pnt. Eko Wahyu Andriastono