Warta Minggu Ini
POINT OF VIEW (POV)

“Namun, Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah”.

Yohanes 8: 6B


Suatu sore, ketika putri sulung saya masih kelas 2 SMP, saya masuk kamarnya dan menemukan lantai kamarnya dipenuhi aneka kertas kado bekas. Ada yang masih utuh, tapi kebanyakan sudah digunting. Berantakan sekali. Saya lalu menegurnya untuk merapikan guntingan kertas kado yang berhamburan itu. Putri saya diam dan tidak menjelaskan apa-apa. Dua hari berikutnya, saya terkejut menemukan sebuah kartu ucapan selamat hari Ibu dari putri saya, yang terbuat dari guntingan aneka kertas kado bekas yang ia susun menjadi kartu yang indah. Seketika itu saya merasa amat bersalah padanya. Dia tersenyum ketika saya meminta maaf. Kalau dijelaskan ya ngga akan jadi kejutan dong…katanya. POV, point of view kami berbeda memandang arti kerapian. Saya melihat kerapian berarti tidak berantakan, dia mengubah yang berantakan jadi sebuah karya indah yang rapi.

Yohanes 8 adalah teladan Yesus tentang POV terhadap seorang perempuan yang kedapatan berzina. Di saat para ahli Taurat dan orang Farisi dengan fasihnya menjelaskan tentang hukuman yang ‘pantas’ untuk perempuan tersebut. Yesus memilih membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah. Membungkuk adalah sebuah sikap yang membuat tubuh jadi lebih rendah dan mata tertuju ke bawah. Tindakan yang berlawanan dengan yang dilakukan ahli Taurat dan orang Farisi yang menempatkan perempuan itu di tengah-tengah (Yohanes 8:3b). Perempuan itu menjadi pusat perhatian, dan POV orang banyak digiring dengan memakai dalil keagamaan dan ajaran Musa. Diayat 10, Yesus memberikan teladan bagaimana menghormati kemanusiaan seseorang, kendati Yesus tak mengenal perempuan itu dan mengetahui perbuatannya, Yesus memanggilnya dengan sebutan “Ibu dimanakah mereka?”. Bandingkan dengan sebutan dari para ahli Taurat dan orang Farisi “..perempuan ini..”(Yohanes 8:4). Sebuah teladan paripurna ditunjukkan Yesus tanpa banyak perkataan.

Sudut pandang berbeda pasti bisa terjadi dalam setiap peristiwa. Dalam cerita pertama, sudut pandang saya yang berbeda, disertai kesimpulan yang terburu-buru, berujung pada penyesalan dan rasa bersalah saya. Cerita tentang keyakinan bahwa sudut pandang mereka benar karena disertai dalil keagamaan, akhirnya jadi serangan balik terhadap para ahli Taurat dan orang Farisi, ketika Yesus mempersilahkan orang yang tidak berdosa jadi orang yang pertama melemparkan batu pada perempuan tersebut. Yesus tidak berkompromi dengan dosa, karena di akhir percakapan dengan perempuan itu, Yesus memintanya tidak berbuat dosa lagi. Namun Yesus melakukan dengan pendekatan kasih dan penghargaan terhadap kemanusiaan. Itulah yang membuat begitu banyak ajaran dan tindakan Yesus bertolak belakang dengan bagaimana dunia melihat. Yesus bisa menabrak banyak aturan keagamaan yang membelenggu-Nya untuk menunjukkan kasih dan bela rasa. Tindakan kasih yang juga membuat Yesus mengalami banyak penolakan, kebencian hingga pengkhianatan.

Belakangan banyak sekali konten di media sosial yang diawali dengan POV seseorang. Terkadang terlihat meyakinkan dan tak jarang juga ada nuansa ‘pemaksaan’ untuk mengakuinya sebagai kebenaran. Belajar dari bagaimana Yesus berespons, mungkin kita perlu mengambil sikap untuk ..membungkuk, lalu menulis dengan jari di tanah…

(Pnt. Sailorina Herawanni)

IMANUEL
“Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?”” (Markus 4: 40) Teman saya menceritakan...