Warta Minggu Ini
ORANGTUA YANG BERGUMUL

“Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.”

(Lukas 15: 20)


Ketika kami memutuskan menjadi orangtua, tidak tersedia manual bagaimana menjadi orangtua yang baik. Bukan berarti toko buku tidak menjual buku pengasuhan, namun tidak ada satupun buku yang benar-benar sesuai dengan kondisi kami dan anak-anak. Setiap tahapan umur anak-anak menimbulkan pergumulan yang berbeda-beda. Ketika anak-anak kami memasuki usia remaja, saya tiba-tiba menghadapi pergumulan yang tidak saya perkirakan sebelumnya. Saya sudah belajar saat kuliah bahwa remaja akan lebih memperhatikan pendapat dunia luar keluarga daripada pendapat orangtuanya. Namun, tetap saja saya kaget menghadapinya. Ada banyak hari saat saya sedih berkepanjangan, cemas dan habis akal. Bagaimana masa depan mereka kalau mereka tetap seperti ini? Apa yang akan terjadi jika saya sudah tidak ada lagi? Saya seringkali ingin menyerah dan membiarkan saja anak-anak menjalani maunya.

Pagi hari di mana saya menulis ini, saya dalam keadaan sedih. Sembari jalan pagi, saya merenungkan Firman Tuhan untuk tahu ayat apa yang dapat saya terapkan untuk menghadapi anak-anak dan saya diingatkan lewat perumpamaan tentang anak yang hilang. Anak bungsu yang digambarkan Tuhan Yesus dalam perumpamaan tersebut adalah mimpi buruk buat para orangtua. Ayah masih hidup sudah dimintai warisan. Ia pergi membawa uang banyak tanpa rencana yang jelas. Ia juga tidak memberi kabar kepada ayahnya selama di luar kota, tidak memberi penjelasan akan kembali. Bahkan tidak kangen ayahnya selama ia pergi. Sebelum memberi warisan, saya yakin sang ayah memberi nasihat, menyampaikan solusi lain, memohon agar anaknya tidak pergi. Namun, ketika anaknya sama sekali tidak mau mendengarkan, akhirnya sang ayah menyerah. Sampai di sini perasaan sang ayah agak mirip dengan yang saya alami: tidak berdaya.

Ketika seorang anak melakukan hal yang bertentangan dengan hukum atau norma, pertanyaan publik adalah kemana saja orangtuanya. Namun saya menyadari berdasar pengalaman saya bahwa terkadang orangtua tidak bisa 100% dianggap sebagai alasan anak melakukan perbuatan salah. Tidak ada kesalahan sang ayah dalam perumpamaan anak yang hilang, namun anaknya menjadi mimpi buruk orangtua.

Untungnya perumpamaan Tuhan Yesus tidak berhenti dengan perginya si bungsu. Sang ayah tidak berputus asa. Saya membayangkan sang ayah setiap hari melihat ke ujung jalan menanti anaknya pulang. Entah berapa lama Ia melakukannya, tetapi dalam penantiannya hatinya tetap dipenuhi kasih. Ia tidak kehilangan harapan. Dan inilah yang menginspirasi saya sebagai orangtua dalam menghadapi anak-anak dengan segala perilakunya. Saya belajar banyak dari perenungan saya selama jalan pagi ini: tentang Tuhan yang memberi kesempatan untuk bertobat, tentang orangtua yang tidak pernah putus asa, dan tentang anak-anak yang punya nurani untuk mengakui kesalahan dan mau merendahkan diri.

Novi F. Lasi

THE SECOND HOME
“…di mana engkau mati, aku pun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan. Beginilah kiranya TUHAN menghukum aku,...