
“…, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah”
1 Korintus 1: 28b – 29
Beberapa tahun lalu saya mengenal seorang ibu dalam sebuah organisasi pelayanan, tempat kami berada bersama. Saat itu beliau sama sekali tidak akrab dengan teknologi. Di saat orang sudah biasa menggunakan aplikasi Whatsapp untuk berkomunikasi, si ibu masih menggunakan SMS. E-mail tidak punya, dan saat mencoba membuat akun e-mail untuk pertama kalinya, berulang kali gagal. Dalam keadaan seperti itu, beliau malah diminta jadi sekretaris organisasi. Harus mengatur jadwal kegiatan, mengingatkan program-program dan berkorespondensi. Secara pikiran normal, rasanya hampir tidak masuk akal beliau bisa melakukannya. Tapi dengan cara amat sederhana, beliau justru bekerja amat efisien, rapi dan menopang lini-lini pelayanan. Suatu ketika saya penasaran bagaimana caranya mengingat berbagai agenda, ternyata dengan cara amat sederhana, mencatat di buku kecilnya, untuk menandai berbagai prioritas berbeda, beliau hanya menggunakan stabilo dengan warna-warna berbeda. Tapi di saat saya menyampaikan kekaguman saya atas caranya tersebut, dengan setengah bercanda dan merendah, si ibu meminta saya mendoakannya agar tidak lupa membawa buku itu, karena faktor usia jadi sering lupa juga membawa buku catatan.
Alkitab mencatat banyak tokoh yang dalam pandangan manusia bukanlah orang yang punya kapabilitas dan kompetensi untuk dipakai Tuhan mengerjakan rencana-Nya di dunia. Tuhan senang menggunakan orang-orang sederhana, dari kalangan marjinal, memiliki karakter sulit dan tidak punya kepercayaan diri, yang dalam pandangan dunia mungkin tidak akan memenuhi syarat kelulusan dalam uji kompetensi dan kelayakan.
Tapi kita dapat melihat bagaimana campur tangan Tuhan yang amat luar biasa membuat orang-orang yang dipandang sebelah mata oleh dunia, akhirnya tercatat melakukan banyak hal besar dan mustahil jika melihat kapasitas dan kapabilitas mereka. Petrus, Daud, Yeremia, Amos, Yefta, Gideon, Rahab, Rut, dan sebagainya adalah contoh orang-orang biasa yang dipakai Tuhan melakukan karya besar. Dalam proses melakukan rencana Tuhan, mereka tidak luput dari berbagai tantangan, keraguan hingga penolakan.
Ayat di atas mengingatkan bahwa Allah senang memilih orang yang dianggap tidak berarti bagi dunia untuk mengerjakan rencana-Nya. Agar tidak ada seorang pun dapat mengklaim keberhasilan sebuah karya dan rencana Tuhan karena kehebatannya, pengalamannya atau daya upayanya. Ketika Tuhan menggunakan orang-orang biasa melakukan pekerjaan besar dengan kesediaan dan kerendahan hati, di situlah kita bisa menemukan berbagai keajaiban, seperti yang saya temukan pada si ibu yang gaptek di atas. Keajaiban yang hanya bisa terjadi jika kita tetap mengingat bahwa kita harus semakin kecil dan Tuhan semakin besar dalam hidup kita.
(Sailorina Herawanni)