Warta Minggu Ini
TROLLS

“…karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara”.
(Efesus 6 : 12)

Saya belum menonton film Trolls versi 2016 yang sekarang sedang diputar di bioskop. Namun, saya masih ingat film Troll versi 1986, film horor tentang segerombolan ‘setan’ yang mengganggu manusia. Sebenarnya Trolls adalah legenda rakyat Skandinavia tentang sekelompok makhluk jabrik kecil yang tinggal terpisah dari manusia. Hollywood menjadikan Trolls sebagai karakter jahat tapi jenaka, suka menertawakan penderitaan manusia yang diganggunya.

Trolls dalam dunia internet memiliki makna berbeda. Majalah TIME edisi 29 Agustus 2016 mengangkat topik “Why Were Losing the Internet to the Culture of Hate?” Kolumnis Joel Stein, menulis tentang Trolls. Dalam media sosial, istilah Trolls ditujukan kepada pihak yang sengaja menebarkan informasi negatif tentang seseorang atau kelompok tertentu. Tujuannya, orang/kelompok yang diserang dengan isu negatif, dibully habis-habisan oleh pengguna medsos lainnya. Inilah yang dinamakan cyber-bullying, yang banyak memakan korban bunuh diri karena korban tidak tahan dibully. Karena itu, Stein menganalisis keadaan ini sebagai situasi buruk dalam dunia kita yang telah dikuasai oleh internet. Menurutnya, internet telah membentuk budaya baru, yaitu budaya kebencian. Dia mengajak pembacanya untuk memerhatikan status-status atau berita-berita di Facebook, Tweeters, LINE, atau medsos lainnya; betapa banyaknya kata atau kalimat negatif yang menebarkan kebencian di sana-sini.

Bagi saya, tulisan Stein mengajak kita untuk hati-hati dengan budaya kebencian akibat dunia internet yang semakin bebas. Satu bulan terakhir ini, saya lelah sekali membaca berita di media sosial, baik berita di Amerika maupun di Indonesia. Betapa banyaknya para Trolls memainkan perannya, menebar kejahatan. Tulisan atau video diedit seenaknya, disebarkan, direspon dengan negatif, bahkan menjadikan sang korban sebagai pihak yang bersalah. Orang dengan gampangnya menggunakan media sosial untuk menjatuhkan pihak lain, bukan dengan ‘tangannya sendiri’, tetapi menggunakan komentar orang lain. Rasanya kita bisa menghitung dalam satu dua bulan ini berapa banyak orang yang mengalami ketidakadilan karena ulah para Trolls menggulirkan berita bohong, membuat orang saling membenci.

Rasul Paulus mengajak jemaat Efesus untuk menjadi orang Kristen yang mampu bertahan menghadapi serangan ‘musuh’ yang disebutnya serangan ‘roh-roh jahat di udara.’ Paulus menyebut ‘roh-roh di udara’ sebagai kekuatan kasat mata yang merusak kehidupan jemaat. ‘Roh-roh jahat di udara’ bukan setan-setan gentayangan, tetapi kekuatan yang mengganggu jemaat sehingga mereka jadi sering bertengkar, iri, dan saling membenci. Barangkali, ‘roh-roh di udara’ pada konteks masa kini adalah Trolls yang mengembara di dunia internet dan senang apabila manusia saling membenci.

Minggu ini, kita memasuki masa raya Adven, empat minggu sebelum Natal. Inilah saatnya bagi kita untuk menggunakan momen Adven untuk bertahan dan melawan para Trolls, penebar kebencian di media sosial. Mereka menggunakan isu perbedaan agama, ras, etnis, dan sebagainya agar orang-orang saling melukai. Jangan terpancing dengan permainan mereka. Caranya, jangan menyebarkan lagi berita-berita negatif yang kita terima. Update status medsos kita dengan kalimat positif dan inspiratif. Saya menyarankan selama masa raya Adven, kita menggunakan tagline: #lawanbencidengancinta di medsos, sebagai komitmen “Damai di Bumi”, melawan ‘roh-roh jahat di udara’, penebar kebencian.
(Pdt. Linna Gunawan)

SILIH BERGANTI
“Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya;… ada waktu untuk menangis, ada waktu...