“Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara, atas ternak dan seluruh bumi, serta atas segala binatang yang melata di bumi.””
Kejadian 1: 26
Zaman saya kecil, di tahun 1970-an, belum ada benda yang disebut tisu. Setiap berangkat sekolah, ibu-ibu selalu membekali anak-anaknya dengan selembar saputangan, untuk mengelap keringat (bahkan juga -maaf- ingus, kalau mereka sedang pilek). Jujur, saya tidak ingat, kok saya dan teman-teman sebaya bisa bertahan dari serangan keringat dan ingus hanya dengan selembar saputangan.
Sementara sekarang ini, kita begitu boros dengan tisu kering dan basah. Selesai cuci tangan, kita mengambil 1, 2 bahkan 3 lembar tisu untuk mengeringkan tangan.
Demikian juga dengan tisu basah. Tangan lengket, mulut anak belepotan susu, tisu basah solusinya. Praktis! Setelah dipakai, tinggal lempar ke tempat sampah. Sepertinya memang kepraktisan merupakan salah satu kebutuhan masa kini. Walaupun bukan mustahil, tapi mungkin terlalu berlebihan menuntut orang-orang di sekitar kita untuk kembali ke zaman dahulu, di mana hanya ada saputangan dan serbet kain yang harus dicuci bolak balik.
Lantas apakah sesuatu yang praktis itu salah? Pastinya tidak juga ya. Yang ingin saya katakan: sebagai manusia yang dikaruniai akal budi dan yang diberikan mandat untuk berkuasa atas bumi dan ciptaan-Nya, sejatinya kita selalu ingat, untuk secara bijak berusaha jangan membebani bumi yang Tuhan percayakan kepada kita dengan apa yang disebut “sampah”. Contoh sederhana, setelah cuci tangan, ambil tisu secukupnya untuk mengeringkan tangan dan jangan cepat-cepat membuangnya ke tempat sampah. Karena bukankah kita mencuci tangan dengan tujuan agar tangan kita jadi bersih?
Dan sama seperti -dahulu- saputangan yang dipakai untuk mengelap keringat / ingus tidak kita anggap sebagai sampah, seyogyanya tisu yang kita pakai untuk mengeringkan tangan kita pun tidak identik dengan sampah, bukan? Tisu basah tapi bersih tsb, masih bisa lho kita manfaatkan, misalnya untuk mengelap meja. Demikian pula tisu yg kita pakai untuk lap mulut, bisa kita gunakan untuk membersihkan sisa-sisa minyak / kecap di piring, sehingga saat dicuci nanti, lebih sedikit sabun yang digunakan. #everylittleeffortcounts
Lantas bagaimana dengan tisu basah? Kembali ke cerita masa kecil saya, di mana ibu-ibu harus mencuci sapu tangan penuh keringat dan -atau- ingus anak-anaknya, saya berharap sekali orang tua masa kini mencoba mencuci tisu basah bekas dipakai. Ini jauh lebih mudah daripada mencuci sapu tangan yang berlumuran keringat atau ingus. It’s oke kalau kita belum bisa say no to single use items, setidaknya kita bisa mulai dengan reduce dan kemudian reuse-reuse-reuse. Ada peribahasa yang berkata: “Di mana ada kemauan, di situ ada jalan” Tuhan memampukan.
Pnt. Roosmala Djayasukmana