Warta Minggu Ini
TANGAN YANG TULUS DAN HATI YANG RELA

“Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima.”

(Kisah Para Rasul 20: 35)

Sebagai seorang yang lahir dari darah keturunan Jawa, sejak dari kecil saya kerap mendengarkan falsafah dari orangtua saya yang berbunyi “Langkung sae asto ingkang nyukani, tinimbang asto ingkang namung nampi” yang artinya “lebih baik tangan yang memberi daripada tangan yang sekadar menerima.” Kendati tidak sepenuhnya bersifat sempurna atau masih dapat diberi kritik di beberapa bagiannya, saya tetap meyakini bahwa di dalam falsafah tersebut terkandung nilai-nilai yang luhur dan berguna bagi kehidupan ini. Melalui penggalan kalimat tersebut kita kembali disadarkan pentingnya memberi, yang lahir dari kesadaran diri sendiri, dalam tujuan untuk menolong atau meringankan beban sesama kita yang sedang menderita dan membutuhkan.

Di era yang penuh dengan kemajuan teknologi dan pemikiran, mungkin falsafah sederhana ini sudah jarang terdengar atau bahkan ditinggalkan oleh banyak orang. Tidak heran, di zaman yang serba cepat seperti saat ini, banyak dari kita yang semakin individualis bahkan terjebak ke dalam self-centered syndrome alias sindrom yang menjadikan diri sendiri sebagai pusat dari segala kehidupan yang ada tanpa menghiraukan keberadaan yang lain.

Dampak dari sindrom ini adalah pemikiran seperti: saya yang paling sulit dan menderita sehingga seharusnya saya yang dibantu bukan membantu; saya takut jika saya memberi nanti saya akan kekurangan, saya tidak punya apa-apa untuk diberikan, dan lain sebagainya. Kalimat-kalimat ini mungkin muncul dalam pikiran kita saat kita hendak memberi. Namun, ingatkah saudara menurut Yesus orang yang memberikan terbaik tidak dilihat dari kuantitas tetapi tangan yang tulus dan hati yang rela memberi?

Paulus dalam teks Kisah Para Rasul 20: 35 juga mengingatkan kepada kita untuk dengan setia mau menolong sesama kita yang sedang menderita dan kesulitan, sembari terus mengingat dan menanamkan perkataan Yesus di dalam hidup kita. Kita tidak harus menunggu hidup berlebihan dulu untuk bisa memberi. Namun, kita mau memberikan yang terbaik dari yang apapun yang kita miliki saat ini. Pemberian ini tidak selalu terbatas hanya dalam bentuk finansial saja. Pemberian juga termasuk kehadiran diri kita bagi sesama dan ciptaan Tuhan lainnya yang mengalami kesulitan atau penderitaan. Lantas pertanyaannya, maukah kita menjadi hati dan tangan yang rela hadir dan memberi diri kepada yang lain? Kiranya Tuhan memberkati kita.

(Dimas Z. Kristiyono, S.Si (Teol))

IKUT-IKUTAN
“…tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab...