Warta Minggu Ini
TANGAN TUHAN

Lalu kata Yesus: “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”
(Yohanes 8 : 11b)

Saat penyiar DWTV (televisi Jerman) menjelaskan kronologis penembakan di Gedung Bataclan Opera di Paris, saya merasa sangat emosional. Betapa tidak, para penyandera itu meneriakkan ‘Allah Mahabesar’ sambil menembaki para penonton dengan berondongan peluru. Apakah ini bukan gila jika membunuh sesama manusia sambil memuji Allah? Saya menyadari bahwa mungkin para teroris itu mengangkat diri mereka sebagai “tangan Tuhan” untuk menghukum orang yang mereka anggap sebagai para kafir. Mereka merasa punya hak untuk memurnikan bumi dari para kafir ini dan menuntut balas atas perlakuan salah dunia Barat. Karena tujuan mereka terkait tentang Tuhan, maka nilai-nilai lain, misalnya kemanusiaan, belas kasihan dan pengampunan jadi tidak berarti. Cara apapun bisa diambil dan ditempuh, semuanya jadi sah dan menjadi suci menurut mereka.

Tetapi jika kita merenung lebih dalam, para teroris bukan satu-satunya yang mengklaim sebagai “tangan Tuhan”. Sejarah menceritakan mereka yang menyebut diri sebagai pengikut Kristus, juga melakukan hal yang sama. Berperan sebagai “tangan Tuhan” pun terus kita lakukan hingga saat ini. Kita ingin mengoreksi orang lain, menjadikan orang lain baik menurut versi kita. Kita bahkan tidak enggan melakukan praktik negatif, di antaranya menyindir dan bergunjing, dalam rangka ‘memaksa’ memperbaiki orang lain.

Menggunakan peran sebagai “tangan Tuhan” untuk mengubah orang lain tidak boleh lepas dari Pribadi si Empunya tangan, yakni Tuhan sendiri. Dan sepanjang Alkitab Perjanjian Baru, kita justru diperhadapkan kepada Tuhan yang berbelas kasih, bahkan pada pendosa yang tertangkap basah berbuat dosa seperti perempuan dalam Injil Yohanes. Yesus tidak mencibir walau dosa perzinahan adalah dosa yang berat (Imamat 20 : 10). Ia juga tidak menggosipkan perempuan itu. Ia tidak menghukum bersama dengan kelompok yang memergoki perempuan itu. Yesus mengasihani dan mengampuni. Saya yakin seumur hidupnya, perempuan itu akan terus bersyukur atas pengampunan Yesus.

Sebagai seorang yang berutang kepada Tuhan, sikap kita kepada sesama semestinya sejalan dengan belas kasihan yang Tuhan berikan kepada kita (Matius 18 : 21 – 35). Menegur keras hingga cercaan (atau sampai membunuh seperti tragedi Paris) tidak membawa orang ke jalan yang benar. Apalagi ketika kita tak bisa memisahkan pribadi dari perbuatan. Saya teringat kata-kata Nadine Collier, anak dari Ethel Lance korban penembakan di Gereja Emanuel Charleston, South Carolina kepada Dylan Roof si penembak, “Saya mengampunimu. Dan semoga jiwamu dikasihani.”

Dunia akan bereaksi berbeda jika para pelaku menggunakan kampanye belas kasihan dan kebaikan dalam upayanya menobatkan orang lain. Holly Furtick pernah menyatakan “Biarlah Allah menjadi Allah. Janganlah mengambil peran Allah. Peran kita sebagai manusia tebusan adalah membawa kabar kasih dan pengampunan.” Kita berdoa agar tidak ada lagi orang-orang yang menjadi “tangan Tuhan” menghadirkan teror, kekejian, kekerasan dan pembunuhan. Biarlah muncul banyak orang yang menjadi “tangan Tuhan” menghadirkan perdamaian, sukacita, keadilan dan kebaikan.

(Novi Lasi)

JANGAN SAMPAI TUHAN TAHU
“Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? Jika aku mendaki ke langit,...