Warta Minggu Ini
SINDROM “ASAL BUKAN SAYA”

“Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.”
(Kolose 3 : 23)

Minggu lalu, saya mengajak kita semua untuk berhati-hati dengan sindrom ‘asal bukan dia’ yang berbahaya bagi kehidupan bersama dalam sebuah komunitas. ‘Asal bukan dia’ menghambat keberhasilan tujuan komunitas sebab sindrom ini menghalangi orang yang punya kemampuan dan kapasitas untuk mengerjakan tugasnya dengan baik hanya karena kita merasa iri dan takut dengan keberhasilannya. Sindrom ini dapat menjangkiti siapa saja, termasuk anggota persekutuan di gereja.

Sindrom lain yang tak kalah berbahaya adalah ‘asal bukan saya.’ Beberapa waktu yang lalu, ketika kasus korupsi terbongkar dan pelakunya adalah beberapa tokoh politik di Indonesia, mereka saling melempar tanggung jawab. Mereka berkelit dan berdalih bahwa si A yang melakukannya, mereka hanya ikut dalam pertemuan. “Saya hanya orang suruhan dari si B,” begitu alasan si koruptor saat KPK ‘menangkap tangan’ ketika mereka melakukan transaksi. Inilah contoh dari sindrom ‘asal bukan saya,’ di mana pelakunya ‘melarikan diri’ dari tanggung jawab dan mencari orang lain untuk dijadikan ‘kambing hitam’ sebagai penggantinya.

Paulus sedang berbicara kepada anggota persekutuan di Kolose yang bekerja sebagai hamba. Dia mengingatkan mereka untuk bekerja dengan penuh tanggung jawab dan menghormati tuan mereka, sekalipun tuan mereka bukanlah pengikut Kristus. Sikap bertanggung jawab dan hormat merupakan bagian dari tanggung jawab iman kepada Tuhan. Pekerjaan apapun tidak lepas dari berkat yang diberikan oleh Tuhan kepada mereka. Ketika melakukan karya mereka sebagai persembahan kepada Tuhan, mereka akan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh dan setia.

Sebagai orang Kristen, kesungguhan memenuhi panggilan melalui pekerjaan dan pelayanan kita, merupakan bagian dari persembahan hidup kepada Tuhan. Keberanian bertanggung jawab mengambil risiko dari keputusan dan kesediaan untuk berkomitmen melakukan tugas dengan setia, merupakan nilai hidup kita. Sayangnya, sindrom ‘asal bukan saya’ juga menjangkiti komunitas gereja. Saat terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan atau gagal melakukan tugas dengan baik, para pelayan saling melempar tanggung jawab, saling menyalahkan. Akhirnya komunitas menjadi rusak karena pertengkaran dan saling curiga satu sama lain. Contoh lainnya adalah negara akan kacau balau ketika para pemimpinnya lari dari tanggung jawab saat melakukan kesalahan. Rakyat kecil yang disalahkan untuk perbuatan yang dilakukan oleh pemimpinnya.

Sindrom ‘asal bukan saya’ dan ‘asal bukan dia’ memiliki kesamaan, yaitu lahir dari rasa takut yang muncul dalam diri kita. Nelson Mandela pernah berkata, “I learned that courage was not the absence of fear, but the triumph over it. The brave man (woman) is not he (she) who does not feel afraid, but he who conquers that fear” (Aku belajar bahwa keberanian tidak melenyapkan ketakutan, melainkan menang atasnya. Seseorang yang berani bukanlah orang yang tanpa rasa takut, tetapi dia yang menaklukkan rasa takut itu). Kiranya kita belajar mengalahkan rasa takut, dan Tuhan menolong kita untuk mampu melakukannya.

(Pdt. Linna Gunawan)

NATAL DAN FOTO
“Tetapi Aku telah berkata kepadamu: Sungguhpun kamu telah melihat Aku, kamu tidak percaya.” (Yohanes 6: 36) Tidak terasa tahun...