Warta Minggu Ini
SEPENGGAL CERITA TENTANG CHRISTMAS CAROL

“Ibadah yang murni dan tidak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya diri sendiri tidak dicemarkan oleh dunia”

Yakobus 1: 27 (TB-2)


Seorang ibu sedang duduk termangu dalam kesendirian. Suaminya sudah meninggal, anak-anaknya sudah menikah dan membentuk keluarga sendiri. Memang ada seorang asisten rumah tangga yang membantunya, tetapi kalau malam ia pulang ke rumahnya. Kesepian memang sering menyergap ibu itu. Memang kadang anak, menantu, dan cucunya datang, tapi itu kadang, tidak setiap saat. Masa panjangnya lebih banyak dilewati sendirian. Sebenarnya dia ingin berteriak memecah kesunyiannya, tapi siapa peduli. Tetangga di kota besar sudah punya sekat tembok yang tinggi, jarang menyapa dan enggan disapa.

Christmas Carol adalah tradisi menyanyikan lagu-lagu Natal yang mengisahkan tentang kelahiran Yesus. Tradisi itu pertama kali dilakukan pada abad ke-4 di Roma. Kegiatan ini dilakukan oleh para penyanyi dengan berjalan dari rumah ke rumah untuk mengajak semuanya bersukacita menyambut Natal. Dalam perkembangannya Christmas Carol tidak hanya diisi dengan lagu-lagu saja, tetapi juga dengan kisah Natal dan bahkan di beberapa gereja sudah dijalankan dengan liturgi lengkap.

Sore itu, tim pelawatan Christmas Carol dari sebuah gereja mengunjungi Ibu yang hidup dalam kesendirian di atas. Tim pelawat itu sedianya akan menjalankan pesan Christmas Carol yaitu membawa suasana sukacita dengan lagu-lagu pujian Natal, mendengarkan kisah Natal dan dengan berbagai ornamen yang menggambarkan sukacita Natal. Namun waktu datang ke rumah Ibu itu, ternyata Ibu itu malah menangis. Ada tangis haru, tangis kebahagiaan, hingga suasana sejenak hening. Salah seorang pelawat ikut menangis dan yang lain ikut tertegun. Tim pelawat tampaknya kaget mendapati suasana haru biru itu.

Christmas Carol yang dalam konsepnya menciptakan suasana gembira, sukacita dan berbagi, sore itu mendapatkan makna yang lebih dalam. Si Ibu barangkali tidak terlalu tertarik dengan bingkisan dan donasi yang diterimanya, tetapi dia mendapatkan hadiah Natal terbesar dengan kehadiran tim pelawat. Ternyata dia masih punya sahabat, masih punya komunitas, masih ada yang peduli untuk meluapkan rasa kesendiriannya, rasa kesepiannya, rasa keterpurukannya di usia senja. Akhirnya lagu-lagu Natal tetap menggema di rumah itu dan ibadah sore itu diwarnai senyum si Ibu. Sore yang cerah, ceria, penuh sukacita.

Ah, alangkah indahnya kalau Christmas Carol itu tidak hanya setahun sekali….

Desember 2023


Pnt. Eko Wahyu Andriastono

FOKUS
“Tetapi Tuhan menjawabnya: “Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, tetapi hanya satu saja yang perlu:...