“Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain….”
(Efesus 4 : 32)
Pada tahun 2013 yang lalu, saya menonton film yang berjudul Lone Survivor. Film ini mengisahkan sebuah misi gagal dari sebuah pasukan khusus Angkatan Laut Amerika Serikat (Navy SEAL) yang bernama Sayap Merah. Pasukan khusus yang beranggotakan empat orang ini sedang melakukan pengintaian dan pengawasan untuk melacak dan meluluhlantakkan pemimpin Taliban, Ahmad Shah, di Afghanistan. Perang antara pasukan khusus dan pasukan Ahmad Shah pun terjadi dan menyisakan satu orang prajurit, Marcus Ruttreall, sang pemimpin pasukan. Perjuangan seorang prajurit yang berani ini memuncak ketika ia harus menyelamatkan dirinya seorang diri. Akhirnya, ia bertemu dengan seseorang yang tidak dikenalnya yang bernama Gulab.
Ada satu pesan yang tersembunyi dari film ini. Pesan yang mungkin kurang diperhatikan oleh para penonton yang menonton film Lone Survivor. Ada keramahtamahan yang terjadi. Keramahtamahan tuan rumah terhadap seorang asing yang datang ke rumah. Seorang asing yang tidak dikenal dan seorang asing yang tidak diketahui apakah musuh atau kawan. Kecurigaan dan keragu-raguan Marcus sirna ketika Gulab memberikan tumpangan baginya dan merawat luka-lukanya walau Gulab harus menerima konsekuensi dimusuhi oleh beberapa orang tetangganya dan desanya akan diserang oleh pasukan Taliban. Pertolongan Gulab tidak sebatas itu saja, ia pun meminta seorang temannya untuk menyampaikan surat Marcus ke pangkalan Amerika yang ada di sekitar desa tersebut. Jarak tempuh yang harus dilalui tidaklah dekat; ia harus berjalan kaki dan tetap waspada dengan mata-mata pasukan Taliban agar tiba di pangkalan dengan selamat. Surat itu pun sampai tepat waktu.
Keramahtamahan yang ada memberikan kesan tersendiri bagi saya ketika menonton film ini. Keragu-raguan dan kecurigaan seringkali menghalangi kita untuk melakukan kebaikan dan keramahtamahan bagi orang lain. Apalagi situasi ibukota yang mengaburkan identitas orang baik dan orang jahat semakin membuat diri kita lebih berhati-hati lagi memberikan sebuah pertolongan kepada orang lain. Rasul Paulus, mengingatkan jemaat yang ada di Efesus, yaitu bahwa hendaklah kamu ramah terhadap yang lain. Sebuah nasihat yang diberikan oleh Rasul Paulus agar jemaat di Efesus menjaga kesatuan jemaat yang adalah merupakan sebuah panggilan hidup orang-orang percaya.
Kesatuan jemaat yang mampu menjadikan sebuah komunitas hidup berdampingan dan menjadi contoh bagi orang lain. Salah satu sikap tersebut adalah ramah. Ramah di sini berhubungan dengan sebuah sikap rendah hati. Sebuah sikap yang menganggap orang lain lebih utama daripada diri sendiri. Inilah yang diserukan oleh Rasul Paulus kepada jemaat Efesus. Mereka dipanggil dan dikumpulkan untuk mendengarkan nasihat ini. Sikap ini juga mengajarkan kepada mereka agar tidak angkuh sebab keangkuhan bertentangan dengan pemenuhan panggilan mereka. Keangkuhan merupakan sebuah sikap yang tidak membangun, tidak menyatukan jemaat, akan tetapi malah memecahbelah kesatuan.
Melalui kisah ini kita diingatkan untuk tetap berbuat ramah kepada semua orang. Keramahan Gulab kepada Marcus Ruttreall membuahkan sebuah persahabatan antara mereka. Rasa curiga dan keragu-raguan sirna oleh sikap ramah yang di dalamnya terkandung sikap kerendahatian. Dua sikap ini merupakan ungkapan sikap batiniah manusia terhadap Tuhan yang telah membentuk dan mengisi diri manusia. Ramahlah seorang terhadap yang lain!
(Marthalena Sinaga)