Jawab mereka: “Gambar dan tulisan Kaisar.” Lalu kata Yesus kepada mereka: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.”
(Matius 22 : 21)
Ada suatu masa di mana saya sedang tidak punya banyak hal. Dalam situasi seperti itu, muncul sikap nothing to lose. Memberi bagi kawan yang sedang kesulitan, dapat dilakukan dengan ringan. Namun saat sudah memiliki banyak, mulai muncul sikap berhati-hati yang cenderung membuat berat dorongan memberi. Sepertinya ada godaan untuk menyimpan dan menyimpan bagi diri sendiri. Situasi ini mengingatkan saya akan ujaran bijak dari Mother Teresa: “Semakin banyak yang kita miliki, semakin banyak yang membelenggu kita, sehingga makin sulit rasanya untuk memberi.”
Tentu saja menyimpan merupakan sebuah tindakan yang bertanggung jawab. Yusuf pun bertindak demikian ketika dipercaya menjadi administrator di Mesir untuk mengantisipasi masa kelaparan yang mengancam. Akan tetapi, tindakan menyimpan tersebut jika tidak dibarengi dengan kesiapsediaan dan kerelaan memberi bisa menjadi bahaya, yang membelenggu kita pada ketamakan dan keserakahan.
Kita bersyukur jika sebagai orang Kristen, kita punya media untuk mengasah kepekaan spiritual kita dalam hal memberi, yakni dalam hal persembahan persepuluhan. Memang persembahan ini di GKI dilaksanakan bukan dalam semangat kewajiban, melainkan rasa syukur. Karena itu, istilah yang dipakai adalah persembahan syukur bulanan. Mengapa persepuluhan dapat mengasah kepekaan spiritual kita? Coba renungkan. Sepuluh persen dari apa yang dipunyai, kita sisihkan untuk pekerjaan Tuhan. Jika persembahan persepuluhan ini dilakukan dengan setia, maka kita sedang melatih diri untuk tidak tamak dan serakah. Alhasil, kita tidak sukar untuk memberi, karena kita sudah dilatih oleh Tuhan untuk memerhatikan kepentingan orang lain.
Karakter memberi ini ada hubungannya dengan Tax Amnesty. Tax Amnesty merupakan upaya kita mengakui aset yang belum dilaporkan. Dulu, orang menyimpan (atau menyembunyikan) asetnya di luar negeri adalah sebuah pilihan yang disadari tidak baik, karena situasi yang juga tidak baik. Namun kini, situasi negara kita sudah membaik, pilihan menyembunyikan aset tersebut tidak lagi relevan.
Nas renungan pada hari ini, mengingatkan kita tentang kewajiban ganda kita. Sebagai warga negara, kita perlu memberikan kepada negara apa yang wajib kita berikan (seperti: kebanggaan, penghormatan, termasuk pajak). Tax Amnesty yang sedang berlangsung perlu dimanfaatkan, sebab akan tiba waktunya di mana keterbukaan itu berlangsung secara global. Kita tidak lagi bisa menghindar kewajiban akan pajak. Sebagai umat Allah, kita pun perlu memberi kepada Allah apa yang wajib kita berikan (seperti: hormat, kekudusan hidup, atau persembahan).
Bersyukurlah dan banggalah jika kita sebagai umat Tuhan memiliki Allah yang tahu benar apa yang menjadi kebutuhan kita, yakni: keseimbangan hidup (memerhatikan diri sendiri dan juga orang lain). Persembahan persepuluhan adalah media yang Tuhan sediakan agar hidup kita seimbang. Karena itu, Tax Amnesty juga perlu dilihat dalam semangat yang sama, agar kita juga tetap memiliki ruang untuk membantu orang lain lewat pajak atas aset yang kita bayarkan kepada negara. Doakanlah agar pemerintah kita bijak mengelola dana tersebut. Kiranya kesadaran memberi dengan jujur merupakan upaya mengisi kemerdekaan bangsa kita. Soli Deo Gloria.
(Pdt. Natanael Setiadi)