
“Ketika Musa turun dari gunung Sinai – kedua loh hukum Allah ada di tangan Musa ketika ia turun dari gunung itu – tidaklah ia tahu, bahwa kulit mukanya bercahaya oleh karena ia telah berbicara dengan TUHAN.”
(Keluaran 34 : 29)
Adanya media sosial seperti Facebook membuat kita lebih mudah mencari kerabat kita, baik itu teman ataupun keluarga yang tinggal jauh dari kita. Setelah berjumpa di dunia maya, akhirnya kita merencanakan perjumpaan di dunia nyata.
Apabila perjumpaan dengan manusia dapat kita rencanakan, bagaimana perjumpaan dengan Tuhan? Dengan cara seperti apa kita dapat berjumpa dengan Tuhan? Apakah kita perlu membuat perjanjian dulu? Kapan waktu yang paling baik? Di mana tempat yang cocok untuk bertemu Tuhan?
Seperti apa kita harus menyambut pertemuan itu? Dengan baju khusus atau dengan perangkat tambahan kah?
Perjumpaan Tuhan dengan Musa membuat mukanya kelihatan terang-benderang. Hal itu membuat Musa perlu menutupi mukanya dengan kain sebab umat Israel yang berdosa tak akan sanggup melihat pancaran terang Tuhan yang tampak di muka Musa. Umat Israel menjadi malu melihat pancaran wajah Musa setelah mereka menyakiti hati Tuhan dengan membuat patung anak lembu sapi untuk disembah. Itulah dampak pada fisik Musa setelah berjumpa dengan Tuhan. Artinya melalui perjumpaan dengan Tuhan, Musa memancarkan terang Tuhan. Demikian juga kita, perjumpaan kita dengan Tuhan semestinya memancarkan terang-Nya.
Oleh karena itu pertemuan dengan Tuhan perlu kita rencanakan semaksimal mungkin. Kita mempersiapkan hidup kita selagi masih ada nafas kehidupan dengan cara terus belajar melakukan kehendak Tuhan, menyadari terus menerus keadaan diri kita, dan mengakui kesalahan serta hidup dalam pertobatan. Perjumpaan dengan Tuhan dalam hidup ini sebenarnya adalah pertandingan melawan diri sendiri, kita melawan keinginan yang bertentangan dengan firman Tuhan.
Bulan lalu, Namboru kami (adik perempuan ayah) meninggal dunia. Dia adalah seorang pribadi yang ramah dan kuat. Saya ingat semasa hidupnya, dia berjuang bagi kelima anaknya dan sang suami meninggal lebih dulu. Kemudian, saya menyaksikan sendiri bagaimana semasa sakitnya, dia keluar masuk rumah sakit. Namun, dia menikmati kehidupan ini dengan penuh syukur, dan tetap tekun serta aktif dalam kegiatan bergereja. Sikapnya yang selalu mensyukuri apa yang dipercayakan Tuhan padanya. Tidak sedikit pun dia mengeluh tentang beratnya hidupnya. Dia adalah contoh nyata, bagi saya, seseorang yang menyiapkan diri dengan baik untuk berjumpa dengan Sang Khalik.
Marilah kita terus merencanakan untuk berjumpa dengan Tuhan dalam hidup kita, sampai akhirnya kita bisa berjumpa muka dengan muka bersama-Nya. Berdoalah supaya kehidupan kita tetap konsisten seturut dengan kehendak Tuhan. Kiranya Tuhan memberkati kita.
(David I. Situmeang)