
“…sebab benar dan adil segala penghakiman-Nya, karena Ialah yang telah menghakimi pelacur besar itu, yang merusakkan bumi dengan percabulannya; dan Ialah yang telah membalaskan darah hamba-hamba-Nya atas pelacur itu.”
(Wahyu 19: 2)
Saya mengakui Facebook dan WhatsApp mempertemukan saya kembali dengan seorang teman SMP, setelah lebih dari 40 tahun kami tidak pernah bertemu. Akhirnya suatu hari saya berkesempatan mendapatkan WhatsApp video call darinya. Dalam percakapan kami, dia bertanya, “Di Indonesia sedang musim apa sekarang?” Saya menjawabnya, “Sedang musim kaos paslon.” Wajahnya terlihat bingung; dia tidak paham dengan candaan saya. Lalu saya menerangkan bahwa sekarang ini, di Indonesia, sedang musim kampanye untuk pemilihan presiden, wakil presiden serta anggota legislatif. Akhirnya, barulah dia ‘ngeh‘ dengan candaan saya dan kami tertawa ngakak.
Dalam percakapan kami, teman saya mengatakan bahwa dia kangen Indonesia dan sedih tidak bisa ikut Pemilu. Sejak kerusuhan 1998, dia dan keluarganya memutuskan pindah dan menjadi warga negara Swedia. Dia selalu mengikuti perkembangan Indonesia hingga saat ini dan menitipkan pesan kepada kerabatnya di Indonesia agar jangan golput. Baginya, golput bukanlah pilihan yang tepat dalam Pemilu saat ini.
Apabila kita memerhatikan ayat dari kitab Wahyu dari renungan ini, kita berjumpa dengan kata pelacur besar. Tentu saja pelacur yang dimaksudkan di sini bukanlah perempuan yang menjajakan tubuhnya. Pelacur besar adalah mereka yang melakukan kejahatan, serakah, kejam, congkak, sombong dan berani menjual nama Tuhan untuk mencapai tujuan. Pelacur yang dimurkai Tuhan adalah mereka yang merusak bumi demi keuntungannya sendiri. Bagi mereka, Tuhan berbicara amat keras yaitu akan menghukum mereka atas semua perbuatan jahat mereka yang telah membunuh para hamba Tuhan.
Dalam konteks Pemilu, ‘pelacur besar’ bisa siapa saja, termasuk mereka yang dengan sengaja merusak kesatuan negara kita. ‘Pelacur besar’ dapat berwujud pada kelompok atau orang tertentu yang mengusahakan berbagai cara, termasuk menggunakan nama Tuhan, untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya dan kelompoknya. Berita bohong disebarkan, ketakutan-ketakutan dibagikan di berbagai media sosial. Sebaran kejahatan dan ketakutan ini menjadi konsumsi masyarakat kita saat ini, dan akhirnya membuat rakyat takut memilih karena terintimidasi, dan akhirnya memilih menjadi golput.
Apabila kita percaya pada pemeliharaan dan kekuasaan Tuhan, kita tak perlu takut untuk memilih pada tanggal 17 April yang akan datang. Ikut serta dalam Pemilu merupakan bagian dari sikap iman kita sebagai warga negara yang ditempatkan Tuhan di Indonesia. Kita tak perlu takut dan gelisah, cukup cerdas dalam memilih. Cermati dengan seksama setiap calon, pelajari visi dan misinya serta rencana programnya. Perhatikan sifat dan karakter masing-masing pasangan calon. Mintalah hikmat kepada Tuhan melalui doa yang kita panjatkan agar kita diberi hikmat dalam menentukan pilihan.
Selamat bergumul dan memilih. Ingatlah “Pemilu bukan hanya untuk memilih yang terbaik, tapi juga untuk mencegah yang terburuk berkuasa atas Indonesia.” Kiranya Tuhan memberkati kita dan memberkati Indonesia.
(Yani Himawan)