“Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita”.
(Yohanes 17 : 11b)
“Aku nggak paham apa yang diminta oleh orangtuaku. Mereka selalu menuntut ini dan itu. Aku sudah malas cerita pada mereka. Kalau aku cerita, aku selalu disalahin. Jadi, aku pilih diam aja”, ujar seorang anak muda yang merasa kesal pada orangtuanya.
“Saya sudah bingung bagaimana harus bicara dengan anak saya. Dia tidak pernah memberi kabar kalau pulang larut malam. Kalau ditanya cuma cemberut, masuk ke kamarnya dan banting pintu. Anak zaman sekarang beda dengan kita waktu muda. Mereka nggak segan pada orangtua!” Keluh seorang ibu kepada temannya.
Apakah kita pernah mengalami kondisi yang serupa dengan ibu dan anak itu? Komunikasi di antara orangtua dan anak tidak berjalan lancar sehingga terjadi segregasi (pemisahan) usia di dalam sebuah keluarga. Faktanya, segregasi usia tidak hanya terjadi di dalam keluarga saja. Di dalam gereja pun terjadi segregasi usia. Orang dewasa terkadang kurang memahami pemikiran kaum muda, demikian pula sebaliknya. Akibatnya, masing-masing pribadi lebih suka bergaul dengan kelompok usianya masing-masing sehingga jarang terjadi interaksi lintas generasi. Padahal, Tuhan Yesus mendoakan murid-murid-Nya agar menjadi satu sama seperti Bapa dan Tuhan Yesus adalah satu (Yohanes 17 : 11b). Artinya, setiap orang percaya baik itu anak-anak, remaja, pemuda, dewasa, dan senior harus memiliki kesatuan hati di dalam Tuhan. Kesatuan hati itu ditandai dengan relasi yang akrab di antara berbagai kelompok usia.
Berdasarkan doa Tuhan Yesus inilah, GKI Kayu Putih sedang mengembangkan spirit pelayanan intergenerasional, sebagaimana yang didengungkan dalam Warta Jemaat mengenai rencana pembangunan the House of Friendship. Pelayanan intergenerasional adalah sebuah model pelayanan gerejawi yang menekankan prinsip relasi persahabatan di antara berbagai kelompok usia. Basis pelayanan yang dilakukan dalam pelayanan intergenerasional dimulai dari penguatan relasi di dalam keluarga dan di dalam gereja. Kita berharap agar suatu saat nanti, komunikasi di antara warga senior, dewasa, pemuda, remaja, dan anak-anak dapat terjadi dengan cair sehingga perbedaan generasi tidak lagi menjadi hambatan. Karena itu, spirit pelayanan Intergenerasional mencakup beberapa hal yaitu: (1) sikap mau saling menerima dan percaya di antara berbagai kelompok usia, (2) kepemimpinan yang bersahabat (3) pelayanan tanpa batasan usia, dan (4) mentorship. Empat hal ini akan kita nikmati pemaparannya dalam renungan di minggu-minggu yang akan datang.
(Pdt. Yesie Irawan)