Warta Minggu Ini
PADUAN SUARA DALAM KEBAKTIAN

Paduan Suara dalam Kebaktian

Segala makhluk dipanggil untuk memuji dan memuliakan nama Tuhan (Mzm 150:1-6). Orang-orang percaya dipanggil untuk memuliakan nama Tuhan salah satunya melalui pujian atau nyanyian. Di dalam Alkitab, kita dapat melihat beberapa istilah menunjuk pada tindakan memuji nama Tuhan seperti: halal/hallelu (Ibr) yang artinya: Puji Tuhan; yadah (Ibr) yang artinya: bersyukur, menyanjung, menyembah ; tehillah (Ibr) yang artinya: memuliakan, memuji, nyanyian pujian; epainos (Yun) yang artinya pujian, penghargaan; aineo (Yun) yang artinya: berkata-kata dalam bentuk pujian; humneo (Yun) yang artinya menyanyi, menyanjung dan memuji dengan sikap khidmat. [1] Pada minggu lalu, kita telah membahas nyanyian jemaat dalam ibadah. Pada minggu ini, kita akan membahas paduan suara dalam jemaat yang juga turut memuliakan Tuhan.

 

Paduan Suara dalam Alkitab[2]

Paduan suara ternyata sudah ada sejak dari jaman Perjanjian Lama. Dalam 1 Tawarikh 6:31- 32; 1 Tawarikh 23: 5; 25: 1- 8 terdapat kelompok penyanyi menjalankan tugas pujian untuk disampaikan menjadi bagian dalam peribadatan di rumah Tuhan. Bahkan menempati kedudukan khusus dalam ibadat (1 Taw 6:31, 2 Taw 5:11-13). Puji-pujian dalam ibadat dalam kelompok penyanyi atau paduan suara tersebut harus dipersiapkan dengan baik, sesuai dengan peraturan dan telah dilatih. Puji-pujian yang disampaikan merupakan ekspresi iman, bukan sekedar keindahan.

Apa Peran dan Fungsi Paduan Suara?

Hal yang harus dihayati oleh setiap anggota paduan suara adalah bahwa dirinya bernyanyi untuk melayani dan memuji Tuhan. Kita dilayakkan untuk memuji nama Tuhan karena karya keselamatan-Nya (1 Taw 16:23). Kita bernyanyi bukan untuk menggembirakan dan memuaskan kebutuhan spiritual kita semata. Kita bernyanyi memuji Tuhan sebagai kesaksian iman kita pada sesama manusia dan dunia.[3]

Dengan demikian, keberadaan paduan suara dalam ibadah bukanlah dalam rangka konser atau pertunjukkan. Jadi, anggota paduan suara tidak boleh memposisikan dirinya untuk berperan sebagai artis/aktor. Paduan suara bukanlah kelompok elit yang berbeda dengan jemaat lainnya yang mengikuti ibadah. Sungguh menyedihkan bila dalam sebuah ibadah, paduan suara menyanyi dengan baik namun jemaat menyanyi dengan lesu dan tidak bersemangat. Muara paduan suara adalah ibadah umat dan bukan berfokus pada dirinya sendiri. Kesadaran ini akan membuat setiap anggota paduan suara bersikap rendah hati di hadapan Tuhan ketika melayani Tuhan.[4]

Begitu pula, setiap kebaktian yang dilaksanakan mempunyai bobot yang sama baiknya dan berartinya. Apabila dalam satu gereja dilaksanakan beberapa kali kebaktian dalam satu hari Minggu, misalnya seperti di GKI Kayu Putih ada empat kali jam kebaktian, maka kualitas masing-masing kebaktian sama baiknya. Kualitas kebaktian tidak ditentukan oleh kuantitas kehadiran umat dalam kebaktian. Paduan Suara atau pengisi pujian sebagai bagian dari pelayan dan pendukung kebaktian mempunyai peran yang sama nilainya. Karena itu anggota paduan suara atau pengisi pujian harus melakukan tanggung jawabnya dengan sukacita di jam kebaktian manapun mereka ditempatkan. Memilih-milih tugas, apalagi hanya ingin melayani di dalam kebaktian yang banyak pengunjungnya, menyebabkan kualitas sukacita dalam pelayanan. Ketika anggota Paduan Suara dan pengisi pujian sukacita dalam melayani, umat pun dapat merasakan sukacita tersebut.

Ada dua fungsi dari paduan suara. Penjelasan tentang fungsi ini diadaptasi dari buku Pengantar ibadah Minggu karya James L. White[5] dan buku Nyanyian Jemaat dalam Liturgi karya Rasid Rachman[6].

  1. 1. Memberitakan Firman melalui Persembahan Pujian

Dalam Mazmur 92:2-3 dikatakan bahwa “Adalah baik menyanyikan syukur bagi Tuhan… untuk memberitakan kasih setia Tuhan”. Ini berarti, salah satu fungsi paduan suara adalah memberitakan firman melalui nyanyian. Di GKI Kayu Putih, setiap ibadah memiliki tema pemberitaan firman. Jika kita memerhatikan ibadah Minggu, kita akan melihat bahwa keseluruhan unsur dalam ibadah (nyanyian, doa, pembacaan Firman, khotbah, dll) akan mendukung tema tersebut. Karena itu, persembahan pujian yang dinyanyikan oleh paduan suara pun harus mendukung tema pemberitaan firman. Dengan demikian Firman Tuhan juga disampaikan melalui persembahan pujian yang dinyanyikan oleh paduan suara.

  1. 2. Menopang dan Membimbing jemaat untuk bernyanyi

Fungsi menopang dan membimbing jemaat untuk bernyanyi bukan hanya dilakukan oleh pemandu. Paduan suara pun berfungsi untuk bernyanyi bersama jemaat. Paduan suara harus menopang dan membimbing jemaat ketika menyanyikan nyanyian jemaat, khususnya nyanyian-nyanyian yang baru dan masih asing ditelinga jemaat. Paduan suara harus menebarkan semangat menyanyi kepada jemaat. Dengan demikian, paduan suara pun harus berlatih nyanyian jemaat yang dinyanyikan dalam ibadah Minggu setiap kali paduan suara itu akan melayani. Tidak hanya itu, karena paduan suara berfungsi untuk menopang umat dalam bernyanyi, setiap paduan suara yang melayani dalam ibadah harus mengikuti ibadah itu dari awal hingga akhir.

 

Mengapa Tidak Perlu bertepuk tangan untuk Paduan Suara?

 

Apabila kita memperhatikan kebiasaan kita saat kita mendengar Paduan Suara selesai menyanyikan pujian, ada di antara kita yang bertepuk tangan. Mungkin saat itu tepuk tangan kita tujukan kepada Paduan Suara sebagai bentuk apresiasi. Tidak ada yang salah dengan apresiasi kita kepada Paduan Suara, hanya tempat dan waktu memberikan apresiasi kurang tepat apabila kita berikan pada saat kebaktian masih berlangsung. Jika kita menyimak dengan baik seluruh tulisan revitalisasi kebaktian ini, kita akan berjumpa dengan beberapa alasan mendasar mengapa tepul tangan untuk Paduan Suara tidak tepat dilakukan ketika kebaktian masih berlangsung.

Pertama, kebaktian dengan seluruh rangkaian tata ibadahnya merupakan perjumpaan kita dengan Tuhan dan sesama. Seluruh narasi dan puji-pujian dalam ibadah merupakan bagian dialog kita dengan Tuhan. DIA berbicara, kita merespon. Begitu pula dengan umat lain yang beribadah, kita sama-sama menyembah dan memuliakan Tuhan. Paduan Suara ketika bernyanyi merupakan bentuk puji-pujian kepada Tuhan. Hanya Tuhan yang patut dipuji, bukan para pelayan kebaktian, termasuk Paduan Suara.

Kedua, kebaktian bukanlah konser puji-pujian, paduan suara, pemusik, atau pengkhotbah. Dalam konser, wajar bagi kita untuk memberikan apresiasi kepada paduan suara atau mereka yang terlibat dalam pertunjukkan. Kita datang dalam kebaktian, bukan sedang menyaksikan sebuah konser, melainkan beribadah kepada Tuhan. Karena itu tidak tepat Paduan Suara diberikan tepuk tangan setelah selesai menyanyi. Mereka tidak sedang menonton kemampuan mereka dalam menyanyikan lagu.

Ketiga, pemberian apresiasi kepada Paduan Suara dalam kebaktian menumbuhkan rasa persaingan antara paduan suara yang sama-sama menyanyi dalam kebaktian. Suatu kali pernah ada peristiwa dua paduan suara tampil bersamaan dalam kebaktian. Pada saat paduan suara A selesai menyanyi, umat memberikan tepuk tangan karena pujian dibawakan oleh paduan suara A dengan harmonisasi dan suara yang indah. Namun pada saat paduan suara B membawakan pujian tidak seharmonis dan seindah paduan suara A, tidak ada satupun umat yang bertepuk tangan.

Dengan ketiga alasan tersebut, dalam rangka revitalisasi kebaktian, Majelis Jemaat GKI Kayu Putih menghimbau Saudara tidak bertepuk tangan setelah paduan suara selesai mempersembahan pujian. Apabila Saudara ingin memberikan apreasiasi atau masukan kepada paduan suara sebaiknya dilakukan setelah kebaktian selesai. Dengan tidak bertepuk tangan, kita sudah belajar untuk menempatkan paduan suara sesuai dengan peran dan fungsinya dalam ibadah.

 

PENUTUP

 

Selama beberapa minggu kita telah disajikan tulisan-tulisan mengenai ibadah, kebaktian dan peran pendukung kebaktian. Dengan berakhirnya tulisan tentang peran dan fungsi paduan suara dalam kebaktian, maka berakhir pula tulisan seputar revitalisasi ibadah. Kiranya dengan membaca, merenungkan seluruh tulisan ini, kita pun dapat lebih menghargai dan menghayati arti ibadah dan kebaktian yang kita jalani tiap Minggu, bahkan tiap saat dalam keseharian kita. Kiranya kita pun, saat terlibat sebagai pelayan ibadah, bisa juga menjalankan peran dan fungsi kita dengan sabaik-baiknya. Sebab kita sedang belajar memberi yang terbaik kepada Tuhan. Hanya DIA segala pujian dan hormat. Soli Deo Gloria.

 

 

 


[4] Rasid Rachman. Nyanyian Jemaat dalam Liturgi. (Tanggerang: Bintang Fajar, 1999), 53.

[5] James F. white. Pengantar Ibadah Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia), 105-106.

[6] Rasid Rachman, 55-56.

MEDITASI KRISTEN
DIMANAKAH POSISINYA DALAM SPIRITUALITAS Linna Gunawan 1. PENGANTAR Mendengar kata “Meditasi” seringkali kecurigaan kita terhadap Meditasi Kristen melekat pada...