Warta Minggu Ini
NILAI-NILAI PELAYANAN INTERGENERASIONAL (2) MENTOR SPIRITUAL

“Sebab aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu.”
(2 Timotius 1 : 5)

Pengalaman bersama dengan orangtua yang paling saya syukuri di dalam hidup saya adalah pengalaman saat saya memasuki masa Persiapan Pendidikan Kependetaan setelah lulus. Pada masa itu, saya merasa ingin kabur, menyerah dan berhenti dari proses kependetaan. Sebagai seorang fresh graduate, itulah kali pertama saya harus tinggal jauh dari orangtua selama rentang waktu yang panjang dan tidak dapat pulang ke rumah. Masa-masa itu adalah masa-masa berat bagi saya. Saya harus berjuang dengan realita yang tidak sesuai dengan idealisme, ditambah lagi dengan berbagai kritikan yang pedas serta pengalaman kesepian di kota asing. Namun, di masa berat itu, peran kedua orangtua saya sangat besar. Mereka memberi dukungan kepada saya setiap hari melalui telepon dan doa-doa yang mereka panjatkan. Saya ingat, mama saya menangis di telepon dan papa saya berusaha memberikan dukungan dengan berkata, “Kamu kenapa? Kamu anak papa yang kuat.” Pengalaman itu membekas di hati saya. Bagi saya, papa dan mama saya adalah mentor spiritual. Mereka membagikan kisah-kisah perjuangan mereka di masa muda. Mereka membagikan kisah iman mereka saat mereka percaya Tuhan Yesus beserta dengan mereka di setiap masa sukar. Dalam renungan ini, kita bicara tentang salah satu nilai yang ada dalam pelayanan intergenerasional yakni menjadi mentor spiritual bagi generasi yang berbeda dengan generasi kita.

Di dalam Alkitab, kita tentu mengenal siapa Timotius. Timotius adalah orang muda yang dipercaya oleh Tuhan untuk memimpin dan melayani umat-Nya. Sebagai pemimpin yang masih muda, tentu saja ia mendapatkan banyak tantangan sehingga Paulus memberikan nasihat kepadanya, “Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.” Paulus menjadi mentor spiritual bagi Timotius dalam setiap nasihat, dukungan dan doanya. Selain Paulus, Eunike (ibu dari Timotius) dan Lois (nenek dari Timotius) juga menjadi mentor spiritual bagi Timotius. Iman yang tulus yang hidup dalam diri Timotius adalah iman yang tulus yang diwariskan oleh ibu dan neneknya.

Dari kisah Timotius, kita dapat menyimpulkan beberapa hal. Pertama, mentor spiritual adalah rekan perjalanan bagi seseorang di dalam perjalanan hidupnya. Seorang mentor spiritual tidak menggurui, namun menjadi rekan di dalam setiap pergumulan. Mentor spiritual mau berjalan dalam suka dan duka bersama dengan mentee-nya. Kedua, mentor spiritual dibutuhkan oleh setiap orang di hidupnya, terkhusus saat kita mengalami berbagai pergumulan dan perubahan di hidup ini. Ketiga, setiap orang dapat menjadi mentor spiritual bagi orang lainnya tanpa batasan generasi. Namun, peran orangtua sebagai mentor spiritual terhadap anak sangatlah penting. Menjadi mentor spiritual adalah panggilan seumur hidup. Warisan uang, harta dan kekayaan dapat lenyap sekejap mata, namun warisan iman yang tulus akan menjadi warisan yang abadi. Selamat menjadi mentor spiritual dengan mata yang terarah kepada Kristus!

(Pdt. Yesie Irawan)

BERSANDAR PADA ALLAH
“Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari pada-Nyalah keselamatanku. Hanya Dialah gunung batuku dan keselamatanku, kota bentengku, aku tidak...