Warta Minggu Ini
NILAI-NILAI PELAYANAN INTERGENERASIONAL (1)

“Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga.”
(Matius 18 : 4)

“Nggak salah menunjuk remaja menjadi MC di acara itu? Ini kan acara besar! Memangnya dia mampu yah? Bagaimana kalau gayanya tidak pas?”

“Dia kan masih anak-anak, masa sich diminta jadi pemeran drama di kebaktian Natal wilayah? Apa nanti tidak akan kacau balau? Bagaimana kalau dia lupa teksnya?”

Pernahkah kita mendengar kalimat-kalimat seperti itu dilontarkan? Kalimat-kalimat seperti itu, muncul dari keragu-raguan atau rasa kurang percaya terhadap kompetensi orang lain yang berbeda generasi dengan kita. Padahal, salah satu nilai dalam pelayanan intergenerasional adalah rasa percaya.

Pelayanan intergenerasional harus dimulai dari rasa percaya kepada Tuhan. Atau lebih tepat kita menyebutnya dengan istilah iman. Kita harus beriman kepada Allah bahwa Allah berkuasa memanggil semua orang dari beragam generasi untuk menjadi pelayan-Nya. Dengan demikian, kita pun harus belajar untuk memberikan kepercayaan kepada orang-orang yang berbeda generasi dengan kita. Jelas bahwa kita meragukan kuasa Tuhan apabila kita meragukan orang yang berbeda generasi dengan kita untuk melayani Tuhan.

Di dalam Matius 18 : 4, Tuhan Yesus jelas-jelas mengkritik arogansi pemikiran orang-orang dewasa pada zaman-Nya yang menganggap bahwa urusan beragama adalah urusan orang dewasa dan bukan urusan anak-anak. Karena itu, Tuhan Yesus justru mengatakan hal yang berlawanan dengan pemikiran orang-orang pada zaman-Nya. Tuhan Yesus justru mengatakan bahwa kita harus merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil karena dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga.

Dalam pelayanan saya sebagai seorang pendeta, saya pun mengimani apa yang Tuhan Yesus katakan. Seringkali, saya mendapatkan inspirasi pengalaman iman dari generasi yang berbeda dari saya, baik itu dari anak-anak, remaja, maupun senior. Ada kalanya, anak-anak kecil mengingatkan saya untuk mengampuni orang lain, ketika mereka saling bermaafan setelah bertengkar. Ada kalanya, saya belajar makna hidup beriman dari perenungan-perenungan reflektif murid-murid katekisan remaja yang mereka tuliskan dalam jurnalnya.

Karena itu, marilah belajar beriman kepada Tuhan dengan memberikan kepercayaan kepada orang-orang yang berbeda generasi dengan kita. Tentunya, ini pun harus dimulai dari rumah kita masing-masing. Belajarlah untuk saling memberikan kepercayaan di dalam keluarga. Belajarlah mengapresiasi anak-anak dan orangtua kita. Yuk, mari kita sebarkan nilai pelayanan intergenerasional dengan beriman kepada Tuhan dan memberi kepercayaan kepada orang yang berbeda generasi dengan kita.

(Pdt. Yesie Irawan)

PEMURNIAN DARI KEMARAHAN (Renungan Seri Doa Pentakosta), Rabu, 16 Mei 2018
Siapapun bisa marah. Tak ada seorang pun di dunia ini, rasanya, yang tak pernah marah. Marah adalah ekspresi emosi...