Warta Minggu Ini
NATAL 1914

“….untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera.” (Lukas 1 : 79)

Pada masa Natal 2014 ada dua kali cerita “Natal 1914” dikisahkan kembali yaitu saat pasukan Inggris dan Jerman merayakan malam Natal bersama. Kisah tersebut mengharukan dan barangkali membuat kita bersyukur dan menarik makna bahwa Natal dialami pihak-pihak yang bermusuhan. Setelah merenungkan kisah tersebut, saya justru ingin menentang kisah ini sebagai ilustrasi yang tepat akan Natal yang mengubahkan atau mendamaikan pihak yang bertentangan. Menurut saya kisah tersebut seberapapun nyatanya hanya menjelaskan bahwa pihak yang bertentangan/berbeda punya kesamaan yakni sama-sama merayakan Natal. Hanya sampai di situ saja makna kisah tersebut dan tidak memberi suatu motivasi yang mendorong orang – atau saya dalam hal ini – untuk berubah. Kita tak lagi mendengar atau membaca bagaimana kelanjutan dari kedua pasukan tersebut. Namun kita tahu bahwa kedua pasukan tersebut tetap melanjutkan pertempuran mereka. Kedua musuh yang sebelumnya bernyanyi, bermain bersama bahkan mungkin bertukar tanda mata, tetapi kemudian melanjutkan dengan tindakan saling membunuh. Apa yang mereka pribadi yakini tidak membuat mereka melawan perintah para Jenderal mereka yakni ‘kalahkan musuh’. Apa yang mereka alami pada malam “Natal 1914” itu tidak cukup mengubah realita hidup mereka bahwa mereka adalah pihak bermusuhan yang harus saling mengalahkan. Natal menjadi sebuah perayaan sesaat dan terlupakan ketika realita hidup melanda.

Ilustrasi tersebut menggambarkan bagaimana kita menyikapi Natal. Kita menyanyikan lagu-lagu Natal, saling bersalaman dan berharap ada damai di bumi. Tetapi semangat Natal berhenti ketika masa Natal berakhir. Kita masih menjalani hidup apa adanya: barangkali masih jadi atasan yang keras, orangtua yang tidak peduli, anak yang memberontak, pasangan yang saling menyakiti, musuh yang tidak mau memaafkan, dan sebagainya.

Saya masih percaya bahwa Natal adalah masa yang ajaib di mana kita merasakan ajaibnya keputusan Allah menyelamatkan manusia berdosa. Kepercayaan kita akan esensi Natal harus mendorong kita untuk mengubah pandangan kita tentang realita hidup. Kita harus menjalani hidup dalam aplikasi keselamatan. Saya tahu bahwa hidup tidak selalu ada matahari dan pelangi, bahwa percaya pada Tuhan tidak berarti hidup aman-aman tanpa rintangan. Tapi saya percaya bahwa kita bisa mengubah hidup karena kita percaya pada Tuhan. Zakharia percaya bahwa kelahiran Kristus (baca: Natal) mengubahkan kegelapan dan maut menjadi damai sejahtera. Saya percaya Zakharia tidak bicara dalam kerangka waktu sementara, ia sedang bernubuat akan perubahan karena kelahiran Kristus.

Jadi Natal di tahun-tahun mendatang, saya tak ingin ilustrasi “Natal 1914” berhenti pada kisah kedua pasukan kembali bertempur sebagai musuh. Saya ingin mendengar kisah di mana para prajurit itu berdamai dan berhenti berperang. Barulah itu menjadi ilustrasi bagaimana Natal mengubah hidup. Atau lebih indah lagi jika yang dikisahkan di mimbar adalah kisah tentang kita yang menjalani perubahan hidup karena Natal. Biarlah keajaiban Natal mengubah hidup kita menjadi lebih baik, lebih bahagia. Biarlah Natal memotivasi kita untuk menunjukkan kasih, kebaikan serta perjuangan hidup setiap hari.

(Novi Lasi)

BERJUMPA DAN BERBAGI KISAH
“Kata mereka seorang kepada yang lain, “Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan...