Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Musa: “Sesungguhnya Aku akan menurunkan dari langit hujan roti bagimu; maka bangsa itu akan keluar dan memungut tiap-tiap hari sebanyak yang perlu untuk sehari, supaya mereka Kucoba, apakah mereka hidup menurut hukum-Ku atau tidak.” (Keluaran 16 : 4)
Namanya Mbah Samidi. Beliau tukang becak yang selalu mangkal di kota lama Semarang yang meninggal setelah makan nasi basi hasil mengais di sampah karena keadaan ekonominya yang tidak memungkinkannya untuk membeli makanan yang bersih dan bergizi. Di usianya yang senja, setiap hari beliau mengayuh becaknya demi sesuap nasi untuk menyambung hidupnya. Cerita Mbah Samidi tersebut merupakan potret yang nyata. Miris hati ini membaca berita tersebut. Terbayang di benak saya, bagaimana seorang Mbah Samidi yang seharusnya sudah menikmati masa tuanya dengan menghabiskan waktunya bersama anak-anak dan cucu-cucunya, harus meninggal di bawah kolong becaknya akibat keracunan makanan yang sudah basi. Tiba-tiba pikiran saya melayang jauh teringat seorang kawan yang selalu menyisakan makanan di piringnya ketika kami makan siang bersama atau pengunjung restoran yang tidak menghabiskan makanan yang telah dipesannya.
Kisah Mbah Samidi di atas hanya satu contoh dari sekian banyaknya potret nyata kehidupan di tengah sulitnya ekonomi. Barangkali masih banyak Mbah Samidi yang lain, yang mengalami nasib serupa. Hidup memang tidak mudah dan untuk bisa bertahan hidup, kita perlu berjuang. Seperti halnya perjuangan bangsa Israel ketika keluar dari tanah Mesir yang dikisahkan dalam Kitab Keluaran. Dalam perikop tersebut dikisahkan bagaimana ketika bangsa Israel tidak taat terhadap perintah Musa, seperti tertulis: “Musa berkata kepada mereka: “Seorangpun tidak boleh meninggalkan dari padanya (baca: manna) sampai pagi. Tetapi ada yang tidak mendengarkan Musa dan meninggalkan dari padanya sampai pagi, lalu berulat dan berbau busuk” (Keluaran 16 : 19 – 20). Kisah manna tersebut mengingatkan kita bahwa hendaknya masing-masing kita selalu mengambil makanan secukupnya dan jangan pernah menyisakan makanan dengan selalu mengingat “Doa Bapa Kami” yang diajarkan Tuhan kepada kita: “Berilah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.”
Doa Bapa Kami mengajarkan bagi setiap kita bahwa hendaknya masing-masing kita belajar untuk tidak kuatir akan hari esok dan mencukupkan apa yang Tuhan beri sehari lepas sehari. Seperti tertulis dalam Keluaran 16 :18 “…. maka orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak kekurangan”. Hendaknya kita terus belajar memaknai hidup dan mensyukuri setiap berkat yang Tuhan beri bagi setiap kita. Biarlah kelahiran Kristus yang sebentar lagi kita rayakan, terus menginspirasi kita untuk memaknai hidup dengan lebih baik lagi dan belajar menghargai setiap berkat yang Tuhan beri dengan tidak menyisakan setiap bulir nasi yang telah terhidang bagi kita. Biarlah pemberian Allah bagi manusia memberikan semangat bagi kita untuk berbagi kasih. Lewat butiran nasi yang kita makan, kita mengingat panggilan untuk berbagi kepada mereka yang membutuhkan “nasi” setiap harinya. Panitia Natal pun membuat program “Kantong Natal” yang memberi semangat bagi kita untuk berbagi kepada orang-orang yang harus berjuang untuk hidupnya. Dengan membeli “Kantong Natal” ini, kita diajak untuk membiayai proyek bakti sosial bagi masyarakat di daerah Kracak, Bogor dan Kosambi Timur. Selamat menikmati berkat Tuhan. Selamat menghayati masa Adven dan mempersiapkan diri untuk menyambut dan merayakan kelahiran Yesus. Soli Deo Gloria.
(Kumalawati Abadi)