Warta Minggu Ini
MENGUBAH HIDUP MENJADI BERHARGA

“Jawab-Nya kepada mereka: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?””

(Lukas 2: 49)

Merasa tak berharga dapat menghinggapi siapa saja; dan bisa terjadi kapan saja. Perasaan itu muncul bisa jadi karena kita melakukan kesalahan, dan akhirnya kita hidup dalam penyesalan yang berkepanjangan. Atau perasaan tak berharga timbul karena perbuatan orang lain atau suara orang banyak tentang diri kita. Ketika perasaan tak berharga ini hadir dalam hidup, kita semakin terjebak dan tak bisa keluar darinya karena pikiran dan perasaan kita telah dikendalikannya.

Ketika Yesus berusia dua belas tahun, Dia berdiam di Bait Allah untuk berdiskusi dengan para imam yang mengajar. Jawaban Yesus kepada orangtua-Nya, yang telah mencari-Nya selama tiga hari, memperlihatkan kebenaran yang terkandung dalam diri-Nya sebagai Anak Allah. Dia menyatakan dengan tegas bahwa identitas-Nya sebagai Anak Allah mengharuskan Dia berada di rumah Tuhan. Lebih jauh, kesadaran ini membuat Yesus berani untuk bertanya jawab dengan para imam di Bait Allah (ay. 46). Dia tidak takut akan penghakiman orang lain. Malahan yang Dia lakukan membuat orang kagum akan hikmat dan kecerdasan-Nya (ay. 47).

Perasaan tak berharga hanya dapat dilawan oleh perasaan berharga. Brennan Manning mengatakan betapa pentingnya kita menyadari identitas kita sebagai orang-orang yang dikasihi oleh Allah sebagai diri kita yang sebenarnya. Identitas sebagai anak Allah yang dikasihi-Nya. Jika kita menerima dan menyadari identitas kita sebagai anak-anak Allah, ini menjadi langkah awal dari munculnya kembali perasaan berharga. Ketika suara orang banyak atau keadaan di sekitar kita berupaya menjatuhkan kita, kesadaran bahwa kita dikasihi-Nya membuat kita berjuang untuk tetap berdiri tegak dan bangkit kembali.
Kesadaran ini membawa kita pada dua kesadaran lainnya, yaitu kesadaran untuk hidup intim dengan-Nya dan kesadaran untuk menjalani kehendak-Nya. Ketika perasaan tak berharga itu hadir, jalan satu-satunya adalah kembali pada Dia, yang menciptakan kita dengan sungguh amat baik.

Kesadaran inilah yang membawa kita merasakan bahwa kita dicintai-Nya. Ketika kita intim dengan-Nya, Dia pun mengajak kita untuk berjalan pada segala yang Dia percayakan kepada kita. Hal ini akan membawa kita untuk menerima kenyataan bahwa cinta-Nya membuat kita tetap berharga dan bernilai dalam hidup ini.

Kiranya cinta Allah yang membuat kita berharga menjadi semangat bagi kita dalam menjalani hari depan yang tak pernah pasti. Kiranya, kesadaran bahwa kita dikasihi Allah memampukan kita untuk tetap percaya pada keajaiban cinta yang kita jumpai dalam perjalanan hidup kita bersama keluarga, sesama persekutuan tubuh-Nya, dan sesama ciptaan-Nya di dunia ini.

(Pdt. Linna Gunawan)

GKI SUMMER CAMP 13
“Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil dalam satu tubuh. Dan bersyukurlah.” (Kolose...