
“Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” (Filipi 4: 7)
Aku datang ke GKI Summer Camp (GKI SC) ini dengan hati yang berat. Banyak pikiran yang menumpuk di kepala tanpa sempat aku urai satupersatu. Rasanya seperti membawa tas penuh dan berat yang isinya nggak kelihatan. Di satu sisi aku capek banget, tapi di sisi lain aku berharap GKI SC ini mungkin bisa jadi tempat aku berhenti sejenak, tarik nafas, dan menemukan kekuatan untuk melanjutkan perjalananku. Jadi, aku memutuskan untuk hadir sepenuhnya, mengikuti kegiatan, tertawa, ngobrol, dan merasakan semua momennya. Di GKI SC, setiap pagi aku sarapan roti dan susu. Namun, di kesederhanaan itu aku merasa tenang, tidak terburu-buru. Hanya duduk, makan bareng, dan ngobrol kecil bersama orang-orang di sekitar. Mungkin damai itu memang tidak selalu soal momen besar. Damai datang dalam pagi yang sunyi, roti yang aku buat
sendiri, dan segelas susu yang hangat. Aku belajar, ternyata hati kita bisa ngerasa cukup dari hal sekecil itu. Tuhan bisa hadir dalam rutinitas paling biasa, tapi rasanya luar biasa. Aku juga jadi bagian dari tim comnight, jualan merch, makanan, dan minuman tiap malam. Walaupun capek, justru di situ aku ngerasa punya tempat. Ada sesuatu yang hangat dari kerja bareng, yang bikin capeknya terasa lebih ringan. Aku merasa jadi bagian kecil dari sesuatu yang lebih besar hingga hatiku penuh.
Di tengah-tengah GKI SC, pengumuman perguruan tinggi negeri keluar. Ternyata aku tidak diterima. Tetapi anehnya, aku tidak merasa kosong dan bingung. Justru waktu itu aku langsung dikelilingi sama orang-orang yang mendukungku. Temanteman, panitia, bahkan yang mungkin nggak tahu persis apa yang aku rasain hadir dengan caranya masing-masing. Ada yang peluk aku. Ada yang duduk diam menemani. Ada juga yang hanya tersenyum dengan tulus. Semuanya lebih dari cukup. Aku merasa disayang, diterima dan nggak harus kuat terus-terusan. Setiap malam di GKI SC aku menangis karena aku merasa aman buat melepaskan semua kesedihan dan kekecewaan. Aku merasa camp ini membantu aku berdamai dengan diri sendiri dan juga mengampuni orang lain dan diri sendiri yang kadang aku tuntut terus, yang sering kuanggap lemah. Tuhan tidak pernah pergi, bahkan saat aku lagi ngerasa gagal, Tuhan menerima aku sepenuhnya.
Damai itu tidak selalu datang dari hidup yang luruslurus saja. Justru kadang, muncul dalam titik kehancuran kita, dari pelukan orang yang gak banyak tanya, dari tatapan yang bilang “aku di sini.” dari komunitas yang hangat, dan dari Tuhan. Aku bersyukur bisa mengalami momen-momen yang tenang dan dalam saat doa salib dan labirin. Waktuwaktu itu memberi ruang bagiku untuk berjumpa dengan Tuhan secara pribadi. Tidak ramai dan banyak kata. Namun, aku merasa ditunggu buat jujur, hadir, dan ngelepas semuanya.
Panitia GKI SC hangat, terbuka dan peduli. Mereka membuat semua orang merasa nyaman dan nyaman. Aku senang bisa kenal mereka semua. Walau kita baru bertemu, tapi bisa jadi tempat “pulang” buat satu sama lain. Kita tertawa bareng, cerita hal yang personal, dan saling mendengarkan tanpa harus pura-pura kuat. Camp ini bukan cuma kumpulan kegiatan, tapi perjalanan untuk memahami damai itu apa, tentang merasa cukup, tentang belajar menerima dan melepaskan. Aku bersyukur karena menemukan bagian dari damai itu di sini. I went home with a heart so full. Penuh air mata, tapi juga penuh penerimaan. Penuh rasa sakit, tapi juga penuh kekuatan. Untuk pertama kalinya setelah sekian waktu, aku merasa ringan. Thank you SC 13! for being the space I didn’t know I needed. a place to cry, to laugh, to heal, and to be held. Sampai bertemu di rumah yang sama, lain waktu nanti!
(Anggia Trisha Evangeline)