Warta Minggu Ini
MENANTI WAKTU TUHAN

“Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, … ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari;…”

(Pengkhotbah 3 : 1 – 2a, 4)

Manusia boleh berencana tapi segala sesuatu sudah Tuhan atur dan rencanakan bagi setiap kita. Saya masih ingat dengan jelas bagaimana satu setengah tahun lalu ketika saya menerima penugasan baru di kantor saya. Ada rasa gentar, bimbang dan banyak kepahitan yang saya alami selama satu setengah tahun ini. Tidak jarang airmata tertumpah karena merasa terhina dan setiap kali ketika beban itu terasa berat, saya hanya bisa berseru kepada Tuhan, “Sampai kapan Tuhan?” Pada tanggal 3 Oktober yang lalu, saya menerima tawaran untuk terlibat dalam proyek besar di tempat saya bekerja, membuat saya berseru “How Great Thou Art”. Sungguh besar Engkau, Tuhan. Kuasa-Mu tidak terbatas dan selalu melampaui segala akal. Di tengah kesedihan yang saya rasakan karena berpulangnya kakak terkasih, penghiburan dan kekuatan dari Tuhan sungguh luar biasa saya rasakan.

Jawaban doa dari Tuhan sungguh selalu tepat pada waktu-Nya. Seperti ada tertulis dalam Pengkhotbah 3 : 1 – 2a dan 4, “Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, … ada waktu untuk menangis, ada waktu untuk tertawa; ada waktu untuk meratap; ada waktu untuk menari; …” Hal ini membuat saya yakin bahwa waktu Tuhan memang bukan waktu kita. Namun waktu Tuhan selalu indah pada saatnya. Itu juga yang saya rasakan ketika Tuhan mengabulkan doa saya untuk mendapatkan kesempatan pindah ke departemen lain di kantor saya.

Satu setengah tahun bukan waktu yang singkat untuk menunggu waktu Tuhan. Namun saya belajar dari iman almarhum kakak saya. Dia begitu setia sampai akhir, mengikut Kristus walau dia menjalani penderitaan karena penyakitnya selama dua tahun terakhir. Imannya telah memenangkan pertandingan akhirnya di dunia. Imannya telah membebaskan dia dari segala sakit penyakit yang dia derita selama ini. Imannya membuatnya tidak mengeluh atau memusuhi Tuhan ketika rasa sakit menyerangnya. Dia hanya mohon agar Tuhan membebaskan dirinya dari rasa sakit. Dia memohon agar waktu-Nya Tuhan segera datang, namun tak pernah sedikitpun dia marah kepada Tuhan walau harus menunggu dua tahun. Iman yang sabar membuatnya hidup dalam damai sekalipun rasa sakit kadang tak mampu dia kendalikan. Saya bersyukur dalam kesabarannya, dia kembali ke rumah Tuhan dengan damai.

Dengan kepindahan saya ke departemen lain, Tuhan memberikan kedamaian itu. Saya bersyukur untuk itu. Semoga saya dapat menunjukkan rasa syukur itu dengan mengerjakan pekerjaan saya yang baru dengan penuh tanggung jawab. Peristiwa ini membuat saya yakin bahwa tidak ada yang mustahil bagi Tuhan. Karena itu, mari kita terus belajar menanti dengan sabar waktu Tuhan bagi kita dan bersedia menerima apapun jawaban Tuhan. Kiranya damai Kristus yang melampaui segala akal, memampukan kita untuk berserah pada kehendak dan waktunya Tuhan dengan penuh hikmat. Soli Deo Gloria.

(Kumalawati Abadi)

TIDAK ENAK DIBEDAKAN
“…apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah,...