“Mengapa engkau menghina TUHAN dengan melakukan apa yang jahat di mata-Nya? Uria orang Het itu, kaubiarkan ditewaskan dengan pedang; istrinya kau ambil menjadi istrimu, dan dia sendiri telah kaubiarkan dibunuh oleh pedang bani Amon.”
(2 Samuel 12 : 9)
Macbeth namanya. Ia adalah tokoh utama dalam satire karya William Shakespeare. Macbeth dan istrinya dipenuhi dengan ambisi. Mereka ingin menjadi raja dan ratu Skotlandia. Mereka menganggap bahwa dengan kekuasaan itu, mereka akan mendapatkan kenyamanan dan keamanan. Karena itu, mereka menyusun sebuah strategi pembunuhan yang sangat picik dan kejam untuk mendapatkan takhta itu. Suatu ketika, Raja Skotlandia yakni Ducan I berkunjung ke perkemahan tempat mereka tinggal. Macbeth dan istrinya membuat rakyatnya, pengawal raja dan raja mabuk dengan minuman keras. Setelah mereka semua tertidur pulas, Macbeth mengambil sebilah pedang. Macbeth pun menghunuskannya berkali-kali ke jantung Raja Ducan I hingga ia meninggal. Macbeth pun membuat intrik lainnya. Macbeth berpura-pura sangat sedih sehingga semua orang mengiranya sangat setia pada Raja Ducan I. Akhirnya Macbeth pun diangkat menjadi raja Skotlandia. Macbeth memang mendapatkan kenyamanan dan sukacita dari posisi yang diraihnya. Namun, ia tetap diliputi oleh perasaan takut dan bersalah. Ia membunuh orang-orang yang diduganya mengetahui kejahatannya. Sayangnya, Macbeth tidak bertobat hingga akhir hidupnya. Akibatnya, Macbeth menjadi raja yang gila. Ia mencuci tangannya berkali-kali namun ia tetap saja merasa ada darah di tangannya. Nuraninya berbisik menyatakan bahwa ia bersalah, namun ia enggan bertobat.
Selain dalam kehidupan Macbeth, kisah ambisi yang menghantar pada konspirasi juga terjadi dalam kehidupan Raja Daud. Raja Daud begitu menginginkan Batsyeba untuk menjadi istrinya. Sayangnya, Batsyeba sudah menjadi istri Uria. Karena itu, Daud menyusun strategi untuk membunuh Uria di medan perang. Rencana Daud berhasil. Daud pun mendapatkan Batsyeba. Daud menyangka bahwa tidak ada yang mengetahui kejahatannya. Ternyata dugaannya keliru. Allah mengetahui apa yang diperbuatnya dan memerintahkan Nabi Natan untuk menegurnya. Syukurlah Daud bertobat dan mengakui kesalahannya. Dalam pertobatan itu, Tuhan memulihkannya sehingga ia tidak menjadi gila seperti Macbeth.
Saudara, ambisi tetap diperlukan di dalam hidup ini. Dengan ambisi, kita akan berusaha untuk maju dan mengembangkan diri. Namun, kita perlu berhati-hati. Ambisi yang tak terkendali dapat membawa kita pada sifat ambisius. Sifat ambisius dapat membuat kita menghalalkan segala cara untuk mendapatkan hal yang kita inginkan. Sikap semacam ini tidak direstui oleh Tuhan. Tuhan menginginkan agar kita menjalani hidup kita dengan penuh cinta kasih, semangat dan ketulusan.
(Pdt. Yesie Irawan)