“Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” (Matius 7 : 21)
Tentu kita pernah mendengar “plesetan” dari kata NATO, singkatan dari “No Action, Talk Only.” Ungkapan “NATO” ini kita tujukan kepada orang-orang yang sulit untuk merealisasikan kata-katanya dalam tindakan nyata. Mengapa pada kenyataannya tidak sedikit orang “NATO” yang ada di sekeliling kita? Salah satu alasannya adalah karena orang lebih mudah berkata-kata atau berteori daripada mewujudnyatakan perkataan ke dalam tindakan. Contoh sederhananya adalah orangtua yang mengajarkan anaknya untuk hidup penuh kasih dengan semua orang, namun ketika di rumah, si anak sering melihat pertengkaran kedua orangtuanya.
Pertanyaannya sekarang yang perlu kita tujukan kepada diri kita sendiri adalah apakah sebagai orang Kristen, pengikut Tuhan, kita merupakan orang-orang NATO? Dalam Matius 7:21 dikatakan, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” Secara gamblang, penulis Matius mengungkapkan bahwa yang terpenting adalah bagaimana kita dapat melakukan kehendak dan perintah Allah. Ketika Allah menginginkan manusia untuk melakukan kehendak-Nya, maka sebenarnya Allah sendiri sudah menjadi Pelaku kasih itu.
Misalnya Allah menghendaki kita untuk melakukan perbuatan KASIH. Allah sendiri sudah melakukan dan meneladankan kasih-Nya yang sempurna kepada kita. Kita mengenal Allah sebagai Allah sumber kasih, yang mengasihi kita dengan kasih tanpa syarat, sempurna, kekal dan universal. Kita mengenal kasih Allah yang sempurna, mulai dari awal kisah penciptaan, karya penyelamatan Allah kepada umat manusia berdosa yang nyata dari zaman dulu hingga sekarang, bahkan penyertaan Allah di masa yang akan datang. Berangkat dari teladan kasih Allah yang sempurna, maka kita turut dimampukan untuk mengasihi Allah dan sesama manusia, melalui tindakan nyata.
Sadar atau tidak, kita sering mendengar, membaca atau berbicara mengenai kehendak Tuhan agar kita saling mengasihi. Namun apakah kasih itu hanya teruntai indah dalam kata-kata semata, atau kasih itu dinyatakan dalam perbuatan sehari-hari, baik kepada Allah maupun kepada sesama manusia? Kasih merupakan sesuatu yang begitu luas dan kompleks, sehingga kasih tidak cukup hanya dibahasakan dalam wujud kata yang terbatas. Kasih melampaui kata, dan terwujud dalam perbuatan nyata. Sayangnya, sebaliknya kasih begitu mudahnya untuk diucapkan dalam kata, namun sulit diwujudnyatakan dalam aksi.
Ada banyak hal yang menghambat kita untuk mengasihi: perbedaan, ketidakpekaan, pemusatan terhadap diri sendiri, pertimbangan untung dan rugi, emosi sesaat, dll. Alasan yang dapat membuat kita dapat mengasihi adalah karena Allah sudah mengasihi kita terlebih dahulu dan Dialah yang memampukan kita untuk mengasihi. Dialah yang menjadi teladan sempurna di dalam kita mengasihi sesama kita. Ketika kita berpikir tentang untung dan rugi di dalam mengasihi, maka ingatlah apakah Allah yang mengasihi kita adalah Allah yang juga berpikir untung dan rugi terhadap kita? Ketika kita masih memilih-milih dan menyeleksi orang-orang yang pantas kita kasihi, maka ingatlah apakah Allah yang mengasihi kita adalah Allah yang eksklusif, yang kasih-Nya hanya terbatas pada beberapa orang saja? Ketika kasih Allah yang tidak bersyarat, sempurna, kekal dan universal itu menjadi landasan yang kokoh dalam kehidupan kita, maka siapkah kita merealisasikan kasih-Nya itu?
(Ivonne Maranatha Uneputty, S.Si. (Teol))