Warta Minggu Ini
LET GO AND LET GOD

“Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal… Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka.”

(Pengkhotbah 3: 1-2a, 11a)


Jika kita membaca seluruh kitab Pengkhotbah, kita berjumpa dengan kekayaan falsafah hidup yang sangat manusiawi dalam menyikapi setiap peristiwa kehidupan. Barangkali imajinasi kita kepada tokoh pengkhotbah adalah seorang tua dengan rambut putih yang bijaksana, yang telah mengenyam asam garam kehidupan. Kadang dia menyebut hidup ini sia-sia, apapun yang dilakukan manusia adalah kesia-siaan, namun dia selalu mengakhirinya dengan pengakuan iman tentang Tuhan yang menjadi penentu kehidupan ini. Salah satu tulisannya yang terkenal adalah tentang waktu yang tertulis dalam Pengkhotbah 3. Pengkhotbah melihat hidup ini secara realistis bahwa manusia harus melewati masa-masa baik dan buruk, kegembiraan dan kesedihan, kelahiran sekaligus kematian.

Berbicara tentang realitas hidup seperti itu, maka kita berjumpa pada kenyataan bahwa kita perlu menerima segala keadaan, termasuk yang menyakitkan dan menyedihkan, yaitu ada waktunya melepas (Ing: let go). Melepas kelihatannya begitu mudah untuk dijalani, namun sesungguhnya melepas memerlukan seni tingkat tinggi untuk menerima kenyataan bahwa kita kehilangan yang berharga dalam hidup ini. Hal yang berharga bisa saja berupa barang atau orang yang kita kasihi. Kadangkala kita merasa sudah siap untuk kehilangan, namun ketika peristiwa kehilangan terjadi, kita tetap tak siap untuk melepas. Kita dihantui oleh kenangan, kekecewaan, penyesalan yang panjang akibat peristiwa kehilangan tersebut.

Minggu lalu, kita berjumpa pada realitas kehilangan seorang hamba Tuhan, gembala, keluarga dan sahabat yang selama 40 tahun ada bersama dengan kita, yaitu Pdt. Em. Johannes Loing. Tuhan menganugerahkannya kepada kita, membangun gereja ini dengan nilai-nilai keluarga dan persahabatan. Dengan rendah hati dan kehangatan kasihnya, dia telah menanamkan cinta kasih Tuhan dalam setiap hati kita. Kita terkejut dan tak siap ketika Tuhan memanggilnya pulang dan meninggalkan kita semua. Namun, sekeras apapun usaha kita untuk tidak kehilangan, namun kita berhadapan dengan kenyataan untuk melepasnya kembali kepada Allah yang dirindukannya.

Pengkhotbah memberi nasihat untuk seni melepas. Ketika Pengkhotbah mengatakan bahwa segala sesuatu indah pada waktunya. Dia mengajak kita bahwa melepas membutuhkan keberanian untuk percaya bahwa Allah mempunyai rencana yang indah pada saat kita mengalami kehilangan. Lalu, ketika dia mengatakan bahwa Allah memberikan kekekalan dalam hati manusia; pengkhotbah juga mengajak kita memercayai bahwa di balik kehilangan dan kesedihan, ada cinta kasih Allah yang kekal, yang tetap tinggal dalam hidup kita. Secara sederhana, dua seni melepas ini terangkum dalam satu kalimat bahasa Inggris: Let Go and Let God.

Sebagai keluarga, jemaat dan sahabat, kita diajak untuk melepas Pdt. Em. Johannes Loing yang telah menyelesaikan tugasnya di dunia. Kita percaya bahwa dia telah berbahagia bersama dengan Allah yang mengasihinya. Selamat jalan Opa Loing, sampai kita berjumpa lagi.

(Pdt. Linna Gunawan)

SEPENGGAL CERITA TENTANG CHRISTMAS CAROL
“Ibadah yang murni dan tidak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan...