
“Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu.”
(1 Petrus 4 : 14)
Renungan saya berasal dari surat 1 Petrus. Terus terang saya bertanya terus akan tema yang ada dalam kitab ini. Petrus menuliskan bahwa penderitaan pengikut Kristus adalah hal yang tak terelakkan dan jika menjalaninya, kita harus bersyukur. Terlepas bahwa Petrus menuliskannya kepada jemaat di Roma yang sedang dalam penderitaan berat, saya merenungkan surat ini sebagai masukan bagi saya. Terus terang, awalnya, saya agak kurang bisa menerima dengan nasihat agar kita harus siap menghadapi penderitaan. Saya pikir siapa yang mau disuruh menderita, apalagi menderita karena orang lain yang tidak menyukai saya. Menderita karena kesalahan yang saya buat adalah soal lain, itu namanya konsekuensi.
Berhari-hari saya resah, hingga saya tiba pada ayat di atas. Ayat ini menggarisbawahi bahwa penderitaan karena Kristus adalah suatu kebahagiaan. Bahagia tidak dikaitkan dengan kelimpahan hidup secara material dan psikologis. Tentu saja manusia berbahagia jika mengalami kelimpahan hidup, tetapi pasti kita tidak sempat berpikir bahwa menderita sama dengan bahagia. Ayat ini menggambarkan kebahagiaan dalam dimensi penderitaan.
Perspektif penderitaan adalah kebahagiaan dilandasi oleh perspektif Kristus. Saya teringat Kleopas dan rekannya yang melarikan diri dari Yerusalem sebab tidak tahan mengalami bahwa Pemimpinnya harus menderita bahkan mati disalibkan. Mereka berdua gagal paham. Ketika Yesus mengejar mereka ke Emaus, Ia dengan sabar menjawab kegundahan mereka satu demi satu isu, hingga mereka menyadari manusia dilepaskan dari dosa melalui penderitaan Yesus. Penulis surat Petrus menegaskan bahwa Yesus sudah menjalani penderitaan untuk kita dan Ia menjadi teladan bagi kita (1 Petrus 2 : 21). Artinya, hanya mereka yang menjalani penderitaan karena imannya, yang bisa mengatakan bahwa ia sudah meneladani Kristus dan beridentifikasi pada Kristus. Kata lainnya seorang pengikut Kristus layak menderita.
Keinginan untuk menerima kemudahan hidup sudah pasti berlawanan dengan kerelaan menderita. Namun, sebagai umat tebusan yang hidupnya bukan miliknya lagi melainkan milik Kristus (Roma 14 : 8), tugas kita adalah taat. Melepaskan genggaman kita atas keakuan diri dan keinginan untuk mencari kesenangan, akan mendorong kita untuk mampu menjalani penderitaan dalam kapasitas sebagai pengikut Kristus. Petrus mengingatkan bahwa hidup ini waktunya sebentar saja dibandingkan dengan kekekalan yang kita alami. Jadi dalam perspektif kekekalan, penderitaan di dalam hidup bersifat sementara. Inilah janji yang diberikan kepada kita: “Dan, setelah kamu menderita untuk sementara waktu, Allah sumber segala anugerah yang telah memanggilmu untuk ikut ambil bagian dalam kemuliaan-Nya yang kekal di dalam Kristus akan memulihkan, meneguhkan, menguatkan, dan membangun kamu.”
Tulisan ini selesai dan saya mengakhiri pergumulan saya dengan menjawab, “Baiklah, Tuhan.”
(Novi Lasi)