Warta Minggu Ini
“KURSUS” MENGAMPUNI

“…dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami;…”
(Matius 6 : 12)

Sekitar akhir tahun 2013, setelah menabung beberapa tahun dari sebelum menikah akhirnya saya dan istri memutuskan siap untuk mempunyai sebuah rumah sendiri. Memasuki proses pengurusan legalitas tanah, saat itu kami mendapat referensi notaris dari paman istri saya. Notaris tersebut sudah lebih dari 8 tahun dipercaya oleh paman kami untuk pengurusan akte-akte tanah/rumah. Berdasarkan track record hasil referensi tersebut kami percayakan pengurusan legalitas tanah kami kepadanya. Pada awalnya semua berjalan normal, sampai pada suatu waktu kami harus membayar pajak-pajak yang berkaitan dengan jual beli atas rumah tua tersebut (sesuai perjanjian dengan penjual). Karena saat itu saya dan istri sama-sama masih bekerja di tempat yang cukup sulit mempunyai waktu untuk pengurusan semacam ini, kami percayakan semuanya ke notaris tersebut.

Beberapa bulan kemudian kami mulai menyadari ada yang tidak beres, ketika sang notaris selalu mangkir dari janjinya ketika ditanya kapan selesai pengurusan legalitas tanah kami. Awalnya kami masih menyimpan pikiran positif karena setiap kami datangi rumahnya yang kebetulan dekat dengan rumah kami, dia selalu ada dan menerima kami dengan baik. Karena sudah mundur sampai sekitar 1,5 tahun pikiran jernih saya sudah mulai hilang dan mendidih panas. Sikap si notaris pun mulai terlihat tidak ada itikad baik menyelesaikan tanggung jawabnya. Emosi mulai menguasai kepala saya, saat itu saya berpikir, “Jika rencana hidup yang saya telah siapkan bertahun-tahun ini berantakan, orang yang berbuat jahat kepada saya ini harus hancur juga!” Saya mau si notaris menyesali seumur hidupnya telah menipu saya. Beberapa minggu saya bergumul dengan diri sendiri, istri saya tentu tidak setuju. Istri saya terus-menerus mengingatkan bahwa apa untungnya kita menghancurkan hidup orang lain? Apa nanti keluarganya tidak akan dendam terhadap kami? Tidak akan pernah selesai jika dengan cara kekerasan seperti itu.

Di tengah pergumulan saat itu, saya masih merasakan ada setitik perasaan dalam hati saya yang tidak menginginkan cara seperti itu. Kami berdoa meminta pertolongan Tuhan. Perlahan Tuhan mengubah cara pandang kami melihat semua proses itu sebagai bagian dari rencana Tuhan. Selama 1,5 tahun proses pengurusan berhenti dan kami ditipu, kami melihat ternyata berkat Tuhan untuk kami digantikan bahkan lebih dari nilai yang hilang. Saat itu kami sadar betapa jawaban Tuhan sangat jelas, bahwa melalui kejadian ini kami diajarkan untuk bisa mengampuni dan memercayai rencana Tuhan yang pasti tidak pernah salah. Kami belajar betul menghayati Doa Bapa Kami yang diajarkan Tuhan Yesus untuk mengampuni sesama kami. Biarpun biaya untuk “kursus” mengampuni ini tidak murah, tapi nilainya tidak sebanding dengan pelajaran yang kami dapatkan untuk bisa mengampuni. Memang tidak ada yang berubah setelah mengampuni, uang kami tidak kembali. Tapi jauh di dalam hati, kami sangat bersyukur bahwa kami sadar bukan itu yang Tuhan mau, dan jadi lebih kuat berpegang kepada Tuhan dalam hidup kami selanjutnya. Itu yang berubah. Saya pun percaya kita semua akan diubahkan ketika kita mau belajar mengampuni.

(Jesse Horasio)

PEMURNIAN DALAM PELAYANAN GEREJAWI (Renungan Seri Doa Pentakosta), Jumat 11 Mei 2018
Beberapa waktu terakhir muncul istilah fake Christian yang sedang popular di dalam ranah pelayanan gerejawi. Fake Christian atau orang-orang...