
“Karena Allah telah berfirman: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau”.”
(Ibrani 13: 5)
Menjadi perantau di negeri orang, saat merayakan Natal dan Tahun Baru merupakan masa-masa paling sunyi. Menyaksikan para tetangga bergembira dengan pesta bersama dengan keluarga dan kerabat baik, sungguh membuat kesunyian itu semakin menyakitkan. Saya ingat setahun lalu, kesunyian itu berganti dengan kegembiraan karena saya dapat merayakannya bersama dengan keluarga saya di Australia. Tahun ini, kesunyian itu kembali hadir bahkan menghujani hati dengan rasa sakit. Bukan karena saya harus melewati Natal dan Tahun Baru sendirian, tetapi karena mengingat pandemi Covid-19 masih siap menelan korban dan merampas keberanian menatap hidup kita.
Barangkali kesunyian dan rasa sakit di Natal dan Tahun Baru saat ini adalah milik semua orang di dunia ini. Gereja tidak dipenuhi oleh pengunjung ibadah yang berbondong masuk ke dalam gedung gereja, bahkan hanya deretan bangku kosong. Pesta gemerlap dibatasi oleh aturan pembatasan berkumpul di masa pandemi. Apakah kita akan kehilangan spirit keduanya?
Penulis Ibrani mengutip janji penyertaan Allah yang akan selalu hadir dalam hidup jemaat. Jika kita membaca pasal 13 secara lengkap, kita berjumpa dengan pergumulan jemaat saat itu. Janji penyertaan Tuhan tersebut dikutip penulis untuk meneguhkan jemaat yang bergumul dengan relasi persaudaraan, pernikahan, persahabatan serta berkaitan dengan obsesi terhadap uang. Penulis mengembalikan kembali makna hidup jemaat Kristen, yaitu meletakkan iman percaya kepada Kristus. Apapun yang terjadi dalam relasi serta kegamangan memenuhi kebutuhan hidup, iman kepada Kristus meneguhkan dan memberi harapan di tengah kegelapan.
Natal dan Tahun Baru tahun ini terasa lebih sunyi. Namun, kesunyian tahun ini mengembalikan kita kepada penghayatan iman yaitu hanya Kristus sumber pengharapan kita. Sejak dunia ini ‘berhenti’ karena Covid-19 di awal tahun, kita tak pernah bisa membayangkan bahwa kita bisa melewati Natal dan Tahun Baru. Saat ini, kita sedang memasukinya dan kita tahu sesungguhnya sumber kekuatan kita hanyalah Dia yang hadir dan menyertai. Dia yang memberikan semangat hidup saat hati kita patah oleh kehilangan, duka, rasa takut dan ketidakpastian. Natal dan Tahun Baru tahun ini mengajak kita untuk menempatkan Kristus lebih dari pesta gemerlap, ibadah-ibadah di gedung gereja, maupun dekorasi ramai di pusat perbelanjaan. Tahun ini, kita diajak untuk mengembalikan makna Natal yang sesungguhnya: ketika yang ada hanya Kristus, maka cinta kasih dan damai mengisi setiap ruang kosong dan sunyi kehidupan. Dan ini lebih dari segala pesta meriah dan hadiah Natal yang mahal.
Saya mengutip beberapa lirik lagu yang diciptakan oleh Pnt. Ayunistya D. Prawira untuk Natal tahun ini:
If Christmas talks about a great love,
If Christmas is all about peace,
I have never felt home more than this…
Selamat Natal dan Tahun Baru. Di mana ada cinta dan damai, Kristus menjadi ‘home’ yang menghangatkan dan menggelorakan hidup di tengah kegelapan.
(Pdt. Linna Gunawan)