Jawab perempuan itu kepada-Nya: “Aku tahu, bahwa Mesias akan datang, yang disebut juga Kristus; apabila Ia datang, Ia akan memberitakan segala sesuatu kepada kami.” Kata Yesus kepadanya: “Akulah Dia, yang sedang berkata-kata dengan engkau.”
(Yohanes 4 : 25 – 26)
Hari Sabtu minggu lalu saya menyaksikan drama Natal yang dipersiapkan oleh GKI San Jose. Drama garapan teman baik saya ini berjudul “Sumur”. Ada banyak pesan indah yang ingin disampaikan dalam drama ini. Salah satunya adalah sumur menjadi simbol persahabatan Allah sebab siapapun yang datang ke sumur ini, termasuk mereka yang dianggap sampah masyarakat, adalah orang-orang yang membutuhkan sumur sebagai sumber air mereka.
Sumur sebagai simbol persahabatan Allah mengingatkan saya pada kisah percakapan Yesus dengan perempuan Samaria yang selalu datang ke sumur pada jam-jam yang tak biasanya untuk menghindari orang-orang yang memusuhinya. Dia menjadi seorang yang rapuh karena statusnya yang tak mungkin bisa diterima oleh masyarakat. Namun, kedatangan Yesus memberikan kejutan yang membahagiakan buat dirinya, sebab Yesus membalikkan semua keadaan pahit yang biasa dia temui dari orang lain.
Yesus, sebagai laki-laki, berbicara kepada seorang perempuan. Lalu, Yesus adalah seorang Yahudi, dan perempuan itu berasal dari Samaria, yang sering dilecehkan oleh orang Yahudi sebagai etnis kafir. Yesus juga adalah seorang guru terhormat, sedangkan perempuan itu yang hidup bersama dengan laki-laki yang bukan suaminya setelah hidup dengan lima suami sebelumnya. Yesus dan perempuan Samaria adalah kondisi ‘bumi dan langit. Namun Yesus menghadirkan apa yang dibutuhkan oleh si perempuan: penerimaan, pengampunan, dan pemulihan hidup. Inilah yang diberikan Yesus sebagai Mesias, yang disebut Kristus bagi si perempuan. Inilah kasih yang sempurna yang diberikan Sang Mesias bagi manusia
Kehadiran Kristus sejak peristiwa Natal sangat jelas membawa berita yang sama seperti kepada perempuan Samaria. Bayi Yesus hadir bagi mereka yang tak sempurna, penuh kerapuhan. Sebut saja, Maria, Yusuf, para gembala, ketiga orang Majus menjadi tokoh-tokoh yang rapuh karena status mereka. Namun mereka menyambut berita Natal dengan gembira. Sebaliknya, Herodes, raja yang rapuh karena kekuasaan, menolak Kristus dan membuat kekacauan karena dia terus membiarkan kerapuhannya menentukan segalanya.
Pada Natal tahun ini, kiranya kita merayakan kembali kesempurnaan kasih Allah kepada kita. Kita adalah orang-orang dan gereja yang tak sempurna. Namun, Allah di dalam Kristus memberikan tawaran persahabatan yang menerima, mengampuni dan memulihkan kerapuhan kita. Kita hanya tinggal merespons persahabatan itu. Kuncinya hanya cukup membuka diri, merendahkan hati kita untuk diubah Kristus.
Selamat Natal, sahabat. Selamat menerima tawaran persahabatan dari Allah yang memiliki kasih yang sempurna bagi kita yang tak sempurna.
(Pdt. Linna Gunawan)