
“Sebab itu, hendaklah kalian tetap saling mendorong dan saling menguatkan, sama seperti yang kalian sedang lakukan sekarang ini.”
(1 Tesalonika 5 : 11 – BIS)
Beberapa waktu yang lalu, kakak sepupu kami meninggal dunia setelah tujuh tahun menderita ALS (amyotrophic lateral sclerosis). Rumah duka di mana ia disemayamkan penuh dengan bunga papan dari institusi tempat ia bekerja dan dari koleganya. Satu bunga papan menarik perhatian saya: “Selamat jalan, kakak terhebat.” Bunga tersebut dikirimkan oleh sepupu kami yang lain. Saya tercenung saat memandang kakak sepupu, alangkah senangnya dia jika pujian itu ia terima saat ia menghadapi perjuangan yang berat melawan penyakitnya. Ketika satu demi satu fungsi tubuhnya lenyap, pengakuan bahwa ia hebat pasti memberikan penghiburan baginya. Sayang pujian itu diberikan setelah ia tidak lagi hidup. Pujian itu terlambat datang.
Memberi penghargaan (baca: penguatan) kepada orang lain secara verbal seringkali dianggap hal yang tidak perlu dengan berbagai alasan, antara lain: khawatir penerimanya menjadi ‘besar kepala’, tidak tahu cara mengungkapkannya atau berasumsi bahwa penerimanya sudah tahu dirinya berharga jadi tak perlu lagi disampaikan penghargaan tersebut. Tetapi, anggapan tersebut sebenarnya keliru, sebab penghargaan yang wajar sesungguhnya diperlukan setiap orang dari waktu ke waktu.
Encouragement memiliki arti to instill courage (untuk menumbuhkan keberanian). Siapakah yang tidak ingin diberikan keberanian? Itulah yang disarankan Paulus kepada jemaat Tesalonika. Jemaat muda itu mengalami penderitaan yang berat karena kepercayaan mereka pada Kristus. Penderitaan seringkali melemahkan orang dan dapat membuat orang kehilangan harapan. Jemaat ini sempat bertanya kapankah Tuhan Yesus datang kembali, sebab mereka ingin segera dilepaskan dari penderitaan yang menekan mereka. Paulus tidak ingin jemaat muda ini kehilangan harapan mereka, sehingga ia menasihati mereka untuk terus mendorong dan menguatkan. Akhirnya mereka mampu bertahan dalam penderitaan dengan cara saling memotivasi dan menguatkan.
Penghargaan memberikan manfaat yang baik bagi penerimanya, sebagai salah satu motivasi yang menguatkan. Alangkah indahnya penghargaan ini dapat kita jadikan sebagai sebuah kebiasaan. Kita tidak boleh pelit dalam memberikannya. Kita perlu bermurah hati dalam memberikan penghargaan kepada orang lain dan bersegera memberikannya. Menahan penghargaan karena khawatir penerimanya jadi besar kepala, menempatkan kita sebagai penculik hak penerima. Tidak penting apakah penerima menjadi besar kepala, yang penting justru apakah kita bersedia menjadi pembawa berkat baginya dengan menanamkan keberanian baginya melalui penghargaan yang kita berikan kepadanya.
Sekarang, lihatlah ke kiri dan ke kanan, siapakah dari keluarga dan kenalan kita yang memerlukan penguatan, motivasi, pujian? Selama mereka masih ada di sekitar kita, berikanlah dan jangan tahan-tahan.
(Novi Lasi)