
“Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.”
(2 Korintus 12: 10)
Pada tanggal 29 Agustus tahun ini saya merayakan 20 tahun pelayanan saya sebagai pendeta GKI pada basis jemaat gereja kita. Kala itu, dalam kebaktian Minggu, saya diteguhkan sebagai penatua khusus sebagai bagian dari proses kependetaan di GKI. Saya ingat proses untuk menjadi penatua khusus kemudian menerima tahbisan sebagai pendeta jemaat pada tahun 2001 membutuhkan pergumulan pribadi yang panjang. Salah satu pergumulannya adalah keraguan untuk melayani dan memberi diri pada pekerjaan Tuhan seumur hidup. Pergumulan itu muncul karena saya merasa kurang cukup mampu dan layak melayani Tuhan apalagi di jemaat yang potensial berkembang pesat. Namun, akhirnya saya menjawab bersedia dan melayani sebagai pendeta jemaat hingga saat ini.
Paulus sebagai rasul Tuhan yang memiliki nama besar mengalami situasi dia merasa lemah dan tak cukup mampu untuk melayani. Pergumulannya terletak pada kondisi fisiknya yang lemah. Dengan keadaannya seperti itu dia merasa terbatas untuk melakukan perjalanan panjang, plus tak akan sanggup menghadapi penganiayaan, penderitaan, masuk penjara, dan sebagainya sebagai resiko menjadi pemberita Injil. Dia merasa rapuh. Namun, Paulus memiliki iman yang percaya penuh pada kekuatan Tuhan. Dia tahu bahwa kerapuhannya tidak menghentikan pelayanannya sebab Tuhan Yesus, yang dilayaninya, memberikan keberanian dan kemampuan untuk menuntaskan pelayanannya. Malahan, dia mengatakan ketika dia lemah, dia menjadi kuat sebagai ekspresi imannya bahwa kerapuhan (baca: kerendahhatian) menjadi alarm baginya untuk bergantung kepada Tuhan.
Saya pun mengakui sumber kekuatan dalam pelayanan saya adalah Tuhan sendiri yang hadir melalui jemaat GKI Kayu Putih. Sebagai manusia, saya bukan pendeta yang sempurna dan rapuh. Beratus kali saya melakukan kesalahan-kesalahan; beberapa puluh kali mengalami ketegangan-ketegangan dalam memelihara relasi dengan jemaat dan rekan-rekan sekerja; beberapa kali bergumul dengan persoalan panggilan Tuhan. Namun, cara Tuhan sungguh ajaib untuk menolong saya. Dia membukakan hati jemaat GKI Kayu Putih untuk menerima saya apa adanya, menerima saya dalam kerapuhan. Jemaat memberikan ruang gerak yang luas untuk bereksperimen mengembangkan pelayanan dengan gaya dan cara saya. Mereka memberikan tempat di hati untuk menjadi keluarga bagi saya. Saya percaya Tuhan jugalah yang menguatkan jemaat untuk menerima saya sebagaimana saya adanya.
Hari ini, rekan saya yang belum pernah saya jumpai di jemaat, Sdri. Ayunistya D. Prawira, S.Si (Teol) diteguhkan sebagai penatua sebagai proses kependetaannya. Saya tidak tahu apa dan bagaimana pergumulannya. Barangkali perasaan tak mampu dan rapuh juga menjadi bagian dari pergumulannya. Namun biarlah dia percaya pada kekuatan Tuhan kala dia rapuh; dan menerima kasih-Nya melalui kehadiran jemaat yang menerima dia apa adanya. Selamat, Tya, untuk peneguhannya. Selamat melayani dalam kerapuhan bersama jemaat. Selamat bergabung menjadi keluarga besar GKI Kayu Putih. Soli Deo Gloria!
(Pdt. Linna Gunawan)