“Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat lari dari hadapan-Mu? Jika aku mendaki ke langit, Engkau di sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di situ pun Engkau.”
(Mazmur 139: 7 – 8)
Selama masa pandemi ini, aplikasi YouTube menjadi salah satu sumber informasi yang mudah diakses. Salah satu tayangan yang saya lihat adalah acara mengenai masalah keluarga, dibawakan oleh narasumber yang khusus menangani masalah keluarga. Si pembawa acara menanyakan apakah orang Kristen boleh berpoligami; dan si narasumber menjawabnya dengan menceritakan pengalaman pribadinya saat dia hendak membuat buku mengenai keluarga. Dia mewawancarai orang-orang, khususnya para wanita dan bertanya apakah mereka mengizinkan suami berpoligami. Mereka menjawab dengan sedih dan memberi syarat: asalkan mereka tidak tahu, anak-anak jangan sampai tahu, dan keluarga tetap tidak tahu sampai kapan pun.
Lalu sang narasumber bertanya kepada isterinya sebagai referensi atau rujukan terakhir, sekaligus penasaran dengan pendapat isterinya sendiri. Setelah beberapa lama istrinya tidak mau menjawab karena sungkan, akhirnya isterinya menjawab suaminya: Jangan sampai Tuhan tahu. Betapa kagetnya sang narasumber atas jawaban istrinya. Jawaban yang sangat tepat dan bisa menyadarkan siapa saja yang merasa bisa bersembunyi dari kesalahan yang mereka perbuat kepada orang lain.
Saya pikir apa yang dikatakan isteri si narasumber tersebut sangat tepat, seperti yang dikatakan oleh pemazmur. Dia menyadari bahwa Tuhan Maha Tahu. Tuhan selalu ada di mana pun kita berada, serta mengetahui semua yang kita perbuat. Tuhan tidak hanya tahu apa yang kita perbuat tetapi juga apa yang kita pikirkan, rasakan dan rencanakan. Kehadiran-Nya di dalam setiap peristiwa hidup kita, nyata pula ketika Roh-Nya selalu memberikan kita arahan untuk membuat keputusan-keputusan dalam hidup kita. Roh-Nya pula yang membuat kita menyadari kesalahan dan tak mampu menyembunyikannya.
Ketika kita menyadari akan Allah yang selalu ada bersama dengan kita, saya mengingat ilustrasi si narasumber yang dipakai untuk menjawab pertanyaan si pembawa acara. Dia mengatakan di zaman digital ini, apapun yang kita ketik, rekam, unggah, unduh melalui internet akan terekam di database pusat. Walaupun kita sudah hapus, akan tetap ada di database, yang biasa disebut footprint atau jejak yang kita tinggalkan. Footprint ini menetap dan tak mampu kita hapuskan.
Kiranya kita pun mengingat bahwa jejak perbuatan kita akan terekam terus dalam memori kita, orang lain maupun Tuhan. Jejak memori akan Allah yang menyertai kita kiranya akan membuat kita terus berharap di masa penantian ini. Jejak memori perbuatan baik kita dan sesama, kiranya menambah semangat dalam menjalani hidup. Jejak memori yang negatif, kiranya menjadi pembelajaran hidup yang lebih baik. Kiranya mengingat, merekam, dan merespons pengalaman hidup kita merupakan cara mengisi masa Adven tahun ini sebagai bagian dari iman percaya kita akan Allah yang Maha Tahu dan Maha Hadir.
(Debby Puspita)