“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”
(Matius 5 : 16)
Minggu, 19 Maret 2017 Pendeta Lan Yong Xing menayangkan video tentang eksperimen sosial. Digambarkan dalam sebuah ruang tunggu klinik, seorang perempuan ikut berdiri setiap bel berbunyi sebab orang-orang di sekitarnya berdiri walau ia tidak tahu alasannya. Bahkan ketika ia tinggal sendirian, ia tetap berdiri saat bel berbunyi dan akhirnya membuat kelompok penunggu baru mengikuti perilaku perempuan tersebut. Ahli perilaku menjelaskan bahwa manusia memiliki ke-cenderungan untuk conformity atau selaras dengan lingkungan untuk menjadi nyaman.
Sejak lima bulan yang lalu pekerjaan Light Rail Transit (LRT) dimulai di depan GKI Kayu Putih membuat lebar jalan menyempit. Ada himbauan yang kemudian disampaikan oleh Majelis Jemaat agar anggota jemaat dan simpatisan yang membawa kendaraan untuk tidak lagi memarkir di pinggir Jl. Kayu Putih Raya, seberang gereja, sebab hal itu akan membuat jalan raya lebih sempit dilalui pengendara lain. Sayangnya masih banyak anggota jemaat dan simpatisan yang bersikeras memarkir di jalan membuat kemacetan bertambah parah sebelum dan sesudah kebaktian.
Kebalikan dari kasih bukan benci, tetapi ketidakpedulian (indifferent). Ketidakpedulian mengabaikan orang lain dan tidak merasa harus memerhatikan bagaimana dampak dirinya kepada orang lain. Ketidakpedulian merupakan pemberontakan atas keselarasan; atas jemaat lain yang memarkir berbayar, atas himbauan Majelis Jemaat, atas perintah Tuhan Yesus agar menjadi garam dan terang dunia.
Peduli terhadap lingkungan adalah bentuk kasih, bagian dari kesaksian setiap pengikut Kristus untuk menjadikan lingkungannya lebih baik karena pengikut Kristus ada di antaranya. Menyebut diri pengikut Kristus, tetapi tidak berdampak seperti garam / pelita yang kehilangan fungsinya dan menjadi sama seperti dunia yang nilai-nilainya berfokus kepada diri dan kepentingan sendiri. Ini artinya ketika kita memilih tidak peduli, kita malah berselaras dengan dunia dan melawan Tuhan. Elie Wiesel, dalam novelnya yang berjudul the Town Beyond the Wall, menyebut ketidakpedulian sebagai kekejaman yang paling kejam dalam jiwa manusia. Seseorang mendengar, mengetahui, melihat satu peristiwa yang tidak benar, tetapi mematikan jiwanya untuk peduli, merespons, dan bertindak melakukan kebaikan.
Peduli terhadap lingkungan seperti mempromosikan nilai-nilai kasih Kristus, supaya orang lain juga mengalami kebahagiaan dan berkat-Nya. Godaan untuk tidak peduli pada lingkungan akan terus kita hadapi. Tetapi biarlah kita memilih berselaras dengan Kristus dan tidak berselaras dengan dunia. Lakukan tindakan sederhana, parkirlah di tempat yang telah disediakan sehingga tidak mengganggu kepentingan banyak orang.
(Novi Lasi)