Warta Minggu Ini
GEREJA YANG BERBUAH MANIS (BAGIAN 2)

“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap… Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain.”

(Yohanes 15 : 16a, 17)

Tentu saja, panggilan untuk melakukan healing tidak terbatas hanya di dalam komunitas GKI Kayu Putih saja. Gereja kita yang sudah semakin matang harus berani menjadi komunitas penyembuh bagi dunia yang rapuh. Saat saya menulis renungan ini, misalnya, baru saja terjadi penembakan brutal di Las Vegas yang menewaskan puluhan dan melukai ratusan orang. Ini membuktikan betapa hidup di dunia ini begitu rentan terluka dan melukai. Di tengah dunia yang rapuh karena kemarahan, kekecewaan hidup, arogansi, dan merasa paling hebat, GKI Kayu Putih yang ingin berbuah manis harus berani melakukan terobosan pemulihan. Beranilah mengasuh dengan setia mereka yang selama ini hidup di jalanan. Berjuanglah bagi mereka yang tertindas oleh ketidakadilan. Mereka bisa saja korban kekerasan di rumah tangga, sekolah, tempat kerja atau di masyarakat. Hadirlah bagi mereka yang selama ini dianggap tidak hadir. Mereka bisa saja orang-orang dengan disabilitas, orang dengan kerapuhan jiwa dan mental, para warga senior yang kesepian. Usahakanlah perdamaian dengan mereka yang rindu berjalan bersama dalam kebenaran dan keadilan. Mereka bisa saja kelompok yang berbeda agama dan kepercayaan di masyarakat namun ingin dunia ini lebih baik. Bersuaralah dengan lantang tanpa takut terhadap mereka yang ingin merusak indahnya keberagaman karena ingin seragam di negeri kita. Bekerjalah tanpa lelah untuk berubah dan membawa perubahan yang baik bagi dunia ini.

Sambil mengingat proses healing yang telah kita alami, saya pun mengingat para founders gereja kita. Mereka telah melewati bagaimana proses pertumbuhan gereja kita tidak mudah, tetapi juga banyak manisnya karena penyertaan Tuhan. Saya mendengar kisah mereka yang mendirikan gereja ini dengan perjuangan dan cinta. Saya terharu dengan keberanian mereka beriman untuk mengatasi masalah yang tak tahu ujungnya. Saya terkesima dengan doa-doa yang mereka naikkan saat gereja menghadapi masalah yang besar. Dengan mengenang dan menghargai para founders yang telah meninggal dunia, biarlah saya menyebut beberapa nama mereka di sini sebagai ungkapan terima kasih kita: Bapak dan Ibu Nathan Gunawan, Bapak Amos Soedargo, Bapak Sidik Salamun, Bapak Nik D. Adam, Bapak Paulus Setiawan, Bapak Jahja Budiman dan yang baru saja meninggal dunia, Ibu Sri Mekasari Gunawan. Begitu pula kepada para founders yang masih berbagi berkat bagi kita, saya pun ingin menghormatinya dengan menyebut nama mereka: Ibu Gina Liman, Ibu Yun Sutardio, Ibu Dinah Soedargo, Ibu Liana Budiman, Ibu Christina Setiawan, Bapak dan Ibu Junius Suhadi, Bapak dan Ibu Chandra Naftali, Bapak dan Ibu Richard Setiadi, Bapak dan Ibu Hendra Gunandar, Pdt. Em. Johannes Loing dan ibu Anneke. Kepada merekalah kita belajar tentang hidup bergereja.

Sambil terus berproses antara kerapuhan dan kesembuhan, biarlah kita menghayati apa yang diungkapkan oleh Henri Nouwen: “Hidup itu berharga. Bukan karena tidak bisa diubah, seperti berlian, tapi karena rentan, seperti burung kecil. Mencintai kehidupan berarti mencintai kerentanannya, yang mengharap perawatan, perhatian, bimbingan, dan dukungan. Hidup dan mati dihubungkan oleh kerentanan. Anak yang baru lahir dan orang tua yang sekarat mengingatkan kita akan betapa berharganya hidup kita. Jangan lupakan kelimpahan dan keresahan hidup pada saat kita sedang kuat, sukses, dan populer.”

Selamat berbuah manis, GKI Kayu Putih. Selamat ulang tahun ke-37 dari saya yang merindu untuk hadir di sana saat ini.

(Pdt. Linna Gunawan)

I’LL BE HOME FOR CHRISTMAS
“… dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan,...