Warta Minggu Ini
GEREJA DAN JEMAAT YANG BERPROSES

“Ujilah aku, ya TUHAN, dan cobalah aku; selidikilah batinku dan hatiku.”
(Mazmur 26 : 2)

Istilah berproses seringkali saya dengar ketika berbincang-bincang dengan pengerja atau beberapa teman yang berkuliah di sekolah teologi. Biasanya istilah ini dikaitkan dengan suatu pergumulan saat sedang menghadapi masalah. Kalau boleh saya simpulkan, berproses berarti berusaha memahami suatu hal dalam periode waktu tertentu. Di mana di dalam periode waktu ini seringkali terjadi hal-hal yang kurang enak atau tidak nyaman. Berproses juga bukan berarti hal yang kurang baik itu akan hilang, tetapi lebih kepada adanya suatu pemahaman yang baru.

Di dalam Alkitab, Daud berproses untuk memahami panggilannya. Setelah ia diurapi menjadi raja yang baru, ia tidak secara langsung menikmati kedudukan sebagai raja. Sebaliknya, hidup Daud terancam karena rasa iri hati Saul. Daud pun dilanda kecemasan, ia harus hidup berpindah-pindah, bahkan sampai berlindung di wilayah bangsa Filistin yang faktanya adalah musuh dari bangsanya sendiri ketika itu. Lukisan proses hidupnya seringkali digambarkan oleh pemazmur. Salah satunya adalah Mazmur 26. Dia berjuang untuk memahami semua yang terjadi dalam hidupnya: dimusuhi, dibenci, dan sebagainya. Dia ingin tetap bertahan dengan hal baik dan melakukan kehendak Tuhan.

Gereja sebagai entitas yang terus berkembang juga dituntut untuk terus memahami panggilannya. Gereja yang berpuas diri di zona nyaman bisa diibaratkan seperti orang Kristen yang meletakkan salib yang seharusnya ia pikul. Gereja yang berhenti berproses pada akhirnya akan ditinggalkan oleh jemaatnya.

Kita perlu bersyukur bahwa GKI Kayu Putih saat ini terus berkembang mengikuti panggilan pelayanannya. GKI Kayu Putih tidak hanya membesarkan diri sendiri, tetapi sebaliknya menunjukkan kepedulian terhadap masyarakat di luar jemaatnya, bahkan sampai menjangkau saudara saudari kita yang ada jauh di Sinabung sana. Selain itu, GKI Kayu Putih juga beberapa kali menyelenggarakan kegiatan yang terkait dengan populasi yang mengalami disabilitas atau kekhususan. Di mana berkaca dari kegiatan tersebut maka dibentuklah Pokja Studi Disabilitas.

Pokja Studi Disabilitas yang baru dibentuk pun masih berproses untuk lebih memahami lagi berbagai permasalahan yang ada. Tantangan dan hambatan tentunya ada dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan kegiatan nantinya. Antara idealisme dan realisasi mungkin akan terbentuk jarak yang perlu dimengerti dan disadari. Ada kemungkinan juga “hasil” dari pelaksanaan program tidak secara langsung terlihat dalam satu atau dua tahun. Konsep gereja yang ramah, mendukung serta memberdayakan kaum disabilitas pastinya akan mendesak gereja dan jemaat untuk melakukan berbagai penyesuaian, yang bisa jadi untuk sebagian orang tidak nyaman untuk dilakukan.

Pokja yang baru ini bersama jemaat diharapkan dapat turut setia dalam proses memahami dan mendukung kaum disabilitas (berkebutuhan khusus). Pada akhirnya diharapkan nanti pokja ini memberikan hasil pelayanan yang dapat memberikan inspirasi dan harapan baru bagi yang membutuhkan. Mungkin kita belum bisa menghentikan badai masalah yang dihadapi oleh mereka yang berkebutuhan khusus, tetapi setidaknya kita bisa menyediakan payung untuk mereka dapat berteduh.

(Fuye Ongko)

KEBANGKITAN-NYA MERENGKUH KERAPUHAN HIDUP
“Kata Yesus kepadanya: “Ibu, mengapa engkau menangis? Siapakah yang engkau cari?” Maria menyangka orang itu adalah penunggu taman…” (Yohanes...