Warta Minggu Ini
GAMBAR TUHAN YANG BEKERJA

“Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh sangat baik”

(Kejadian 1: 31a – TB2)

Apakah Anda pernah merasa beratnya hari Senin? Atau merasa hari-hari hanya sekadar penantian untuk mendapatkan gaji? Banyak orang melihat pekerjaan sebagai beban, mereka tetap bekerja hanya untuk mendapatkan uang. Bahkan, banyak yang mendambakan pensiun dini dan pendapatan pasif sebagai cara untuk menghindari beban pekerjaan. Tentu dalam keberdosaan, ada pekerjaan buruk yang jelas-jelas melukai dan mempergunakan orang lain layaknya benda untuk dipergunakan. Namun di luar itu, ada anggapan umum bahwa pekerjaan tertentu lebih mulia daripada yang lain, sementara yang lainnya dianggap tidak menyenangkan atau bahkan kurang bernilai.

Namun, Alkitab menawarkan perspektif yang berbeda. Dalam Kejadian 1, Tuhan digambarkan sebagai Tuhan yang bekerja. Kita, sebagai gambar dan rupa-Nya, diciptakan untuk bekerja sebagai bagian dari identitas kita, bukan semata-mata sebagai alat penyambung hidup. Semua pekerjaan baik adalah sesuatu yang kudus, mencerminkan karakter Tuhan yang bekerja mencipta dan menata.

Inilah yang terlihat dalam Kejadian 1: 2 bumi belum berbentuk dan kosong. Dalam kitab Yesaya, kata yang sama dipakai untuk menjelaskan kekosongan, ketidakbergunaan, kehampaan, dan kekacauan. Dalam kondisi itu, Tuhan menata alam semesta dengan memisahkan terang-gelap, cakrawala-samudera, daratan-lautan. Lalu Tuhan mengisi ruang-ruang yang telah ditata dengan ciptaan-ciptaan yang baik. Ada kesan tentang penciptaan sebagai sebuah transformasi dari yang tidak berguna menjadi berguna, tidak bertujuan menjadi bermakna, hampa menjadi berharga, kacau menjadi tertata.

Tuhan bekerja: menata berbagai elemen untuk sebuah tujuan dan mengisinya dengan kebaikan. Tuhan mengubah dan mengisi langit dan bumi yang berada dalam kekacauan menjadi keteraturan. Ketika kita bekerja kita berproses dalam identitas kita sebagai gambar dan rupa-Nya. Sebagai contoh, dalam berwirausaha kita menggunakan energi dan kreativitas untuk menjawab sebuah kebutuhan. Dalam seni, berbagai elemen yang ada (seperti cat, kertas, dan kata-kata) kita gunakan untuk mengkreasikan hal baru. Dalam pendidikan, kita membimbing potensi manusia yang belum berkembang menjadi lebih baik. Kita mentransformasi kekacauan menjadi keteraturan. Prinsip ini selaras dengan tindakan Tuhan yang mengubah bumi yang belum berbentuk dan kosong menjadi dunia yang tertata dalam Kejadian pasal 1.

Jadi, bagaimana kita melihat pekerjaan kita? Apakah kita memandangnya sebagai beban atau sebagai cara untuk mencerminkan Tuhan dalam hidup kita? Dalam studi atau persiapan kita sebelum mengarungi kehidupan, apakah kita melihat sebuah tujuan yang baik dari Tuhan dalam diri kita untuk berkarya? Jangan sampai kita berfokus hanya pada uang sebagai nilai utama, karena hal ini dapat membuat kita melupakan identitas kita sebagai gambar Tuhan yang berkiprah sejak awal kisah dunia. Dalam keterbatasan dan ketidaknyamanan sekalipun, mari bersama menerima apa yang Tuhan berikan dalam pekerjaan sebagai berkat dan cara kita menjadi serupa dengan Dia. Dengan begitu, kita bertumbuh dalam berkat dan panggilan untuk berkontribusi dalam dunia ini sesuai dengan kehendak Tuhan.

(Arief Wahyudi)

SAHABAT SETIA
“Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.” (Amsal 17 : 17)     Siapakah...