Warta Minggu Ini
FOR EVERYTHING THERE IS A REASON
“Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal.” (Pengkhotbah 3: 1 – 2a)

“Kemesraan ini, janganlah cepat berlalu. Kemesraan ini ingin kukenang selalu. ”Siapa tak tahu penggalan lirik lagu yang populer tahun 80-an ini? Lagu yang menggambarkan indah dan mesranya kebersamaan dengan orang terkasih ini mengingatkan kita tentang kuasa waktu yang mampu mengakhiri sebuah pertemuan. Waktu merupakan dimensi tak terelakkan dalam kehidupan manusia. Tak ada yang dapat berkompromi dengannya. Tak ada yang mampu mengetahui misterinya. Kapan pertemuan akan segera berakhir, siapa yang tahu?

Setiap orang memiliki waktu untuk hadir, kemudian berpulang. Setiap orang memiliki kesempatan untuk bertemu, juga untuk berpisah. Setiap orang hidup beriringan dengan waktu, dan mati diakhiri oleh waktu. Kematian menjadi kawan kehidupan yang tak terbantahkan. “For everything there is a season, a time for born and die,” begitulah penulis kitab Pengkhotbah mengingatkan kita. Dalam kerangka waktu ini penulis ingin menggambarkan sekalipun manusia tidak bisa mengendalikan waktu, namun di dalam waktu tersebut selalu ada kesempatan untuk menemukan makna hidup. Apabila kita mencermati perkataan Pengkhotbah, kita akan berjumpa bahwa setiap orang harus menerima kenyataan bahwa hidup ini berisi peristiwa manis dan pahit, gembira dan tangis, sukacita dan air mata, mendapatkan sekaligus kehilangan sesuatu yang berharga, dan sebagainya. Bersama dengan waktu itu pula, Pengkhotbah menyebutkan bahwa segala yang nyata dalam waktu-waktu tersebut, ada raju tantangan kasih Tuhan bagi kehidupan manusia.

Renungan ini merupakan tanda rinduku pada orang yang sungguh kukasihi, papa. Papa yang sudah berpulang ke rumah Bapa dua bulan lalu. Papa yang damai di negeri seberang pelangi yang selalu kurindukan. Kemesraan yang kujalani bersamanya selama 23 tahun hidupku mungkin terasa singkat, aku pun tak menyangka ia pergi secepat itu. Bila masih ada waktu bersama, akan kubuat dirinya bangga atas prestasiku. Namun, apalah dayaku?Aku tak mampu melawan waktu yang ditentukan Tuhan atas hidupnya.

Tak ada manusia yang mampu melawan waktu Tuhan. Tetapi manusia mampu berdamai dengan luka dan pahitnya peristiwa perpisahan. Waktu bukanlah musuh, waktu adalah anugerah tak terperi. Waktu adalah tanda bahwa Allah menyertai perjalanan hidup manusia dan semesta. Ia adalah Sang Waktu, Allah yang sudah ada dan akan terus ada. Ia pula Allah yang berjalan dalam kemesraan hidup serta kepahitan atas kematian manusia. Ia adalah Allah yang turut menangis bersama mereka yang kehilangan orang terkasih. Ia juga Allah yang mampu merajut setiap tetesan air mata dengan tawa bahagia agar kita mampu memaknai setiap peristiwa kehidupan. Ia menjadikan kita kuat melewati pasang surut kehidupan kita dengan berkat penyertaan-Nya.

(Pauline Patricia)

MEMBARUI DIRI
“Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari...