Warta Minggu Ini
DOA MELAMPAUI KATA-KATA

“Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.”
(Roma 8 : 26)

Anak atau orang dewasa yang mengalami disabilitas mental tidak selalu dapat menunjukkan sikap sesuai dengan apa yang diharapkan terjadi di dalam kebaktian. Misalnya ketika waktunya berdoa, mereka bernyanyi, atau ketika mendengarkan khotbah, ada di antara mereka yang mungkin malah mengucapkan Doa Bapa Kami dengan sangat keras. Tidak juga menutup kemungkinan bahwa ada di antara mereka yang dapat duduk dengan tenang dan mengikuti seluruh alur seperti yang biasanya terjadi pada kebaktian. Hal ini sangat mungkin terjadi, seperti yang dikatakan oleh Elaine Ramshaw dalam Ritual and Pastoral Care: Theology and Pastoral Care, bahwa kebanyakan dari anak atau orang dewasa dengan disabilitas mental dapat belajar sikap umum yang dilakukan oleh orang-orang pada saat tertentu, jika diajarkan dengan jelas dan berulang. Akan tetapi pada kenyataannya keadaan disabilitas mental memiliki spektrum kapasitas yang berbeda-beda. Anak atau orang dewasa dengan disabilitas mental juga ada yang tidak menggunakan kata-kata sama sekali. Bagaimana kita dapat memahami cara mereka berelasi dengan Allah? Saya akan mengajak kita merenungkan tentang bagaimana mereka berdoa.

Paula Snyder Belousek, dalam Too Deep for Words: Learning about Prayer from People with Developmental Disabilities mengatakan bahwa cara kita berdoa terkait dengan bagaimana cara kita berkomunikasi. Pada umumnya kita berpikir bahwa cara kita berkomunikasi, entah dengan Tuhan atau dengan manusia, melalui bahasa percakapan kita. Akan tetapi bagi orang dengan disabilitas mental, ekspresi verbal (kata-kata) bukanlah cara dominan untuk berkomunikasi. Bagi mereka, berkomunikasi adalah melalui kontak mata, sentuhan, gerakan tubuh, dan mungkin suara-suara tertentu. Seperti halnya orang dengan disabilitas mental menggunakan beberapa cara untuk berkomunikasi dengan orang terdekatnya, mereka pun berkomunikasi dengan Tuhan memakai cara mereka sendiri, dan hal ini tidak terbatas pada kata-kata.

Doa adalah inisiatif Allah sebagai ekspresi cinta kasih-Nya. Jadi doa adalah sebentuk komunikasi yang dimulai dari Allah sendiri dan kemudian direspons oleh manusia sebagai ciptaan. Belousek mengatakan jika kehidupan doa adalah merupakan inisiatif Allah, maka kita menghormati gerak Allah di dalam kehidupan orang dengan disabilitas mental dengan menghargai cara mereka berkomunikasi. Doa perlu dipahami melampaui kata-kata meskipun kata-kata sederhana masih dapat digunakan. Doa dapat dilakukan melalui gerakan tubuh, bahasa isyarat, lagu-lagu sederhana yang dinyanyikan, atau mungkin dalam hening atau suara-suara yang tidak beraturan.

Beberapa orang dewasa dengan disabilitas mental di Panti Asih Pakem Kaliurang – Yogyakarta, misalnya dapat menyanyikan lagu “Bapa T’rimakasih” sebagai doa. Lagu tersebut diulang-ulang sehingga mereka sudah menjadikan lagu tersebut sebagai bagian dari kehidupan mereka. Lagu “Bapa T’rimakasih” sudah cukup untuk menjadi doa bagi mereka.

Marilah kita belajar berdoa dengan sederhana dan mengakui bahwa setiap orang mampu berdoa dengan caranya sendiri. Allah sendiri sudah berdoa untuk kita dan gerakan Allah hadir dalam diri setiap orang, tanpa terkecuali. Roh Kudus pun selalu berdoa untuk kita, karena hidup kita tidak selalu dapat diterjemahkan dalam kata-kata. Cinta kasih Allah melampaui semua!

(Pokja Studi Disabilitas GKI Kayu Putih)

PEMURNIAN RELASI KELUARGA (Renungan Seri Doa Pentakosta), Jumat, 18 Mei 2018
Suatu kali ada seorang pemuda yang bersaksi sebagai berikut: “Saya bersyukur memiliki papa dan mama yang saling mengasihi. Mereka...