“Aku, manusia celaka! Siapa yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Syukur kepada Allah melalui Yesus Kristus, Tuhan kita!”
(Roma 7: 24 – 25) – TB2
Film Zone of Interest menceritakan sebuah keluarga yang tinggal bersebelahan dengan kamp konsentrasi Auschwitz. Mereka begitu fokus dengan kehidupan mereka sendiri dan abai akan kondisi yang dialami para tahanan Yahudi. Sang istri malah mengatakan bahwa hidup yang ia jalani saat ini adalah perwujudan mimpinya.
Apa yang terjadi pada keluarga tersebut adalah sebuah cognitive dissonance di mana supaya menghalangi / menghindarkan diri dari ketidaknyamanan psikologis, seseorang membenarkan suatu informasi dan keyakinan yang sebenarnya tidak selaras dengan nilai-nilai yang dianutnya (Jonathan Homola, 2020). Sang istri membenarkan kenyamanan dan kesibukannya mengelola rumah tangga walau tinggal dekat komp konsentrasi terburuk. Ia bahkan tahu bahwa berbagai tumbuhan yang ia tanam tumbuh dengan subur karena abu manusia yang beterbangan dari kamp di sebelahnya. Sang suami membenarkan efektivitas pekerjaannya mengelola kamp pemusnahan Yahudi sebab ia kemudian dipromosi.
Manusia selalu diperhadapkan dengan berbagi rupa konflik di mana satu bagian bertentangan dengan bagian lainnya. Jujurly, kita tidak selalu memilih apa yang benar dan kudus. Paulus mengakui bahwa kita kita hidup di dalam tubuh celaka yang ingin hidup di dalam dosa. Satu hal yang saya tahu, membenarkan pilihan dosa secara terus menerus akan membuat pilihan tersebut menjadi pilihan yang wajar. Artinya saya tidak lagi mengalami cognitive dissonance dalam melakukan dosa tersebut. Saya berdamai dengan dosa dan mengalami cognitive consonance, tercapainya kondisi harmoni antara dosa dan sistem nilai. Saya menjadi imun akan kondisi dosa.
Cognitive consonance dengan dosa seringkali difasilitasi oleh kondisi terpojok: mencuri daripada tidak punya uang, selingkuh karena pasangan tidak perhatian, melakukan korupsi ketika semua rekan melakukannya, dlsb. Tentu saja saya percaya bahwa kita tidak begitu saja langsung berbuat dosa, ada pergumulan yang mendahului. Dosa jarang tiba-tiba menerjang karena kalau itu terjadi kita bisa melawannya. Namun kita bisa jatuh dalam dosa lewat berbagai godaan kecil. Rakyat Jerman zaman Hitler tidak tiba-tiba menjadi nazi, mereka mulai dengan meyakini retorika Hitler dan menyetujui Kristallnacht saat semua tempat usaha dan sinagog Yahudi diluluhlantakkan tahun 1938.
Itulah sebabnya Paulus pun menyatakan bahwa kita hanya bisa menang dari dosa lewat penyerahan diri kepada Kristus yang telah melepaskan kita dari tubuh celaka ini dan selanjutnya hidup dalam Roh. Artinya kelepasan kita hanya bisa dijaga dan diperbaharui jika kita hidup di dalam Roh. “Sebab, jika kamu hidup menurut keinginan daging, kamu akan mati. Namun, jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup. Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah” (Roma 8: 13 – 14).
(Novi F. Lasi)