“Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”
(Matius 19 : 6)
Memasuki gerbang pernikahan, bukan suatu pekerjaan yang gampang. Ada banyak rintangan yang harus dilalui, ada banyak masalah yang harus diatasi. Tetapi, menjaga hidup pernikahan ini agar tetap langgeng, abadi, saling mencintai, saling mengasihi, itu merupakan suatu pekerjaan yang jauh lebih sulit lagi.
Kalau kita senang melihat acara infotainment di televisi, kita tentu setuju, ada banyak bahtera rumah tangga para selebritis yang kandas di tengah jalan, bahkan ada yang baru di permulaan jalan. Walaupun kisah cinta mereka sebelum menikah luar biasa mesra, pernikahan mereka diselenggarakan di tempat yang sangat istimewa dengan biaya yang luar biasa besarnya! “Kaulah segalanya bagiku, kaulah curahan hati ini. Tak mungkin ku melupakanmu. Ku tak bisa, jauh….jauh…..darimu,” demikian kata pasangan yang memadu kasih. Semua itu terjadi dulu sebelum menikah.
Setelah menikah bagaimana? Setelah menikah, ternyata selalu terjadi perbedaan. Engkau begitu, aku begini. Suami menyalahkan isteri, isteri menyalahkan suami. “Kau yang telah membuat luka di hatiku; kau yang membuat janji-janji palsu; kau yang mengubah cintaku jadi benci; kau hancurkan aku dengan sikapmu.” Masing-masing menyalahkan pasangannya. Mengapa semua ini bisa terjadi? Sebabnya, tak lain dan tak bukan, mereka mendasari pernikahan mereka atas dasar cinta semata!
Saya membedakan istilah cinta dan kasih. Cinta biasanya datang lewat pandangan mata. Sifat cinta umumnya ia selalu meminta, meminta tak ada hentinya, tak ada puasnya. Cinta seperti ini umumnya disebut sebagai cinta monyet. Berbeda dengan kasih. Kasih bersemi dari dalam lubuk hati. Ia lebih senang memberi daripada menerima. “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu” ( 1 Kor 13 : 4 – 7).
Oleh karena itu, agar langgeng pernikahan kita, selain cinta harus ada kasih yang mendampinginya. Itulah yang dinamakan, cinta kasih. Inilah yang mengikat dua orang yang berbeda bersatu dalam ikatan pernikahan. Saat keduanya menjadi satu daging, bukan lagi dua, cinta kasih cenderung ingin melihat pasangannya bahagia. Cinta kasih pula membuat dua orang yang berbeda mau belajar untuk mengerti, saling menerima apa adanya, saling menghormati. Cinta kasih juga membuat kedua pasangan berkomitmen bersatu seumur hidup walaupun dalam perjalanan pernikahan ada banyak hal yang berubah dari pasangannya. Cinta kasih ini pula yang membuat kedua pasangan mau saling mengampuni ketika ada luka-luka yang pernah terjadi dalam hubungan keduanya.
Cinta kasih merupakan dua pilar utama, yang menopang keutuhan dan kebahagiaan pernikahan kita! Karena itu betapa pentingnya kita memelihara teguh cinta kasih tersebut dengan belajar dari cinta kasih Allah kepada manusia, kepada kita. Biarlah doa kita selalu terangkai indah di hadapan Tuhan sebagai doa untuk hidup rumah tangga kita: “Ya Tuhan berkatilah keluarga kami. Ajari kami untuk saling mencintai, saling mengasihi, sampai akhir hayat kami. Amin.”
(Wis)