“Maka mulailah Filipus berbicara dan bertolak dari nas itu ia memberitakan Injil Yesus kepadanya.”
(Kisah Para Rasul 8 : 35)
Zaman ini anak-anak yang sudah masuk TK (Taman Kanak-kanak) di usia dini sekitar 3 – 4 tahun, sudah langsung diperkenalkan dengan huruf-huruf Latin agar mereka dapat belajar membaca dan menulis. Keterampilan baca tulis menjadi modal dasar setiap anak untuk memasuki dunia pengetahuan. Dengan membaca, kita dapat mengetahui banyak hal, tanpa pergi atau melihat langsung. Kata-kata yang tertulis dan dapat cepat dibaca, mempunyai kekuatan yang besar untuk memberi motivasi, penghiburan, dan rasa senang. Tidak heran sampai saat ini perpustakaan di pelbagai kantor atau di kota-kota besar, menjadi tujuan para pembaca yang haus akan informasi mengenai pelbagai hal dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Alkitab, kebiasaan membaca Firman Tuhan yang tertulis itu selalu ditekankan kepada para raja, rasul-rasul atau anak-anak Tuhan. Mereka diminta untuk tekun membaca Firman setiap hari. Hal ini menjadi jembatan iman untuk langsung memahami apa kehendak Tuhan dan perintah-Nya kepada umat yang percaya. Kisah yang terkenal tentang kekuatan membaca Firman Tuhan terdapat dalam Kisah Para Rasul 8: 26 – 39. Kisah ini tentang seorang Ethopia, seorang sida-sida, seorang asisten penting dari kepala perbendaharaan Sri Kandake, ratu negeri Ethiopia itu, ketika dalam perjalanan di kereta kebesarannya ia asyik membaca kitab Nabi Yesaya. Dari membaca, tumbuh keyakinan dalam dirinya. Ketika Filipus menjelaskan isi Firman yang dibaca, hal ini memotivasi dirinya untuk dibaptiskan saat itu juga.
Pada saat zaman kita sudah berada dalam budaya literasi, kehidupan kita diperkaya dengan berkomunikasi lewat bahasa. Literasi telah menjadi milik semua suku bangsa, sesuai bahasa dan adatnya masing-masing. Bahasa menunjukkan bangsa, dan tulisan menegaskan pokok pikiran yang tersembunyi dari si penulisnya. Tulisan yang bernada dan bergaya bahasa indah romantik, menggerakkan hati para pembaca kepada keindahan yang sering masih tersimpan dalam dasar lubuk hati si penulisnya.
Bahasa mampu melahirkan banyak pokok pikiran dan gagasan yang semula tak terpikirkan oleh orang lain, bahkan oleh diri sendiri. Lihatlah kekuatan bahasa yang dapat dibaca sebagai contoh kalimat dalam bahasa Jawa, “Rawe-rawe rantas, malang-malang putung.” Makna kalimat ini adalah maju terus dengan segala risikonya, meski kita telah diperkirakan kalah. Bahasa memberi semangat, kata-kata yang terbaca dapat membuka lebar-lebar motivasi dan kekuatan batin yang tersembunyi. Sama seperti Firman Tuhan yang kita baca, pakailah pengetahuan baca tulis itu dengan tujuan yang memuliakan kehidupan, memperkaya hubungan yang kian erat dan menyenangkan. Ini jugalah maksud Firman Tuhan untuk berbagi berkat bagi sesama melalui kata-kata, tulisan, bahasa yang kita ungkapkan kepada sesama kita.
(Isack Malino)