Simon menjawab: “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.”
(Lukas 5 : 5)
Pernahkah kita merasa begitu yakin dengan kemampuan diri sendiri, lalu bingung atau bergumul karena tiba-tiba harus menerima perintah atau masukan dari orang lain, yang tidak sesuai dengan pengetahuan kita? Pada saat itu, pasti kita tidak mudah menurutinya. Kita akan meragukan, mendebatnya atau malah memilih tidak mengikutinya.
Ketika Yesus meminta Simon untuk menebarkan jalanya kembali, Simon meragukan perintah tersebut. Ia telah berlayar mencari ikan sepanjang malam dan tidak menangkap apa-apa. Sebagai nelayan yang telah berpengalaman, ia pasti merasa lebih yakin dan percaya akan kemampuan dan pengalamannya, sehingga perlu bertanya-tanya akan perintah Yesus. Wajar jika ia merasa perintah tersebut tidak masuk akal. Namun ia menurutinya juga karena Yesus menyuruhnya.
Ternyata hasilnya sungguh luar biasa dan di luar perhitungannya. Dalam Lukas 5 : 6 – 7 dikatakan, “Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak. Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam.” Apa yang tidak terpikirkan dan tidak bisa dikerjakan oleh para nelayan berpengalaman itu, sanggup dikerjakan Tuhan. Simon yg semula memanggil Yesus dengan “Guru” (ayat 5), kini memanggil Yesus dengan “Tuhan” (ayat 8). Melihat perkara besar yang Yesus kerjakan, membuatnya melihat dan menyadari siapa Yesus dan siapa dirinya, manusia berdosa yang tidak layak dan tidak berdaya.
Dalam hidup ini, kita mungkin pernah berada di posisi Simon. Merasa percaya diri karena kemampuan dan pengalaman yang kita miliki. Lantas kita merasa perintah Tuhan dan rencana-Nya sangat tidak masuk akal untuk kita jalani. Kita merasa bisa memperdebatkan Tuhan dengan pengalaman dan pengetahuan kita. Padahal, ingatkah kita, bahwa Ia adalah Tuhan, dan kita hanyalah manusia ciptaan-Nya? Hikmat dan pengetahuan-Nya, rencana dan jalan pikiran-Nya, jauh lebih luas dan dalam dibanding dengan apa yang sanggup kita pikirkan. Ia mengenal diri kita, jauh lebih dalam daripada kita mengenal diri kita sendiri. Lantas, layakkah kita mengajar, memberi tahu Tuhan, tentang apa yang harus Ia lakukan? Layakkah kita memperdebatkan rencana dan perintah-Nya atas hidup kita?
Saya ingat Rasul Paulus dalam Roma 11 : 33 – 36 mengakui bahwa manusia tak mungkin mengetahui dan menyelami pikiran Tuhan. Karena itulah, hanya Tuhan yang layak dimuliakan atas kuasa-Nya yang melampaui pikiran manusia.
Kiranya Roh Kudus menolong kita untuk berjalan setiap hari sebagai hamba-Nya yang rendah hati, menaati Tuhan, serta senantiasa mengandalkan pimpinan dan pertolongan-Nya.
(Pnt. Illona Farolan)