Warta Minggu Ini
BERDAMAI DI TENGAH KESULITAN

“Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu, karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia.”

(Matius 2: 13b)

Mari kita sekali lagi membandingkan kisah Natal di dalam Alkitab dengan masa kini. Pada masa kini kita merayakan Natal dengan begitu indah dan bahagia. Acara kumpul keluarga dan kerabat dengan sukacita berlimpah yang diselingi dengan saling memberi kado terbaik bagi mereka yang kita sayangi. Semua terlihat bahagia dan indah. Damai di bumi bahkan menjadi fokus doa dan khotbah yang menggema dalam ibadah-ibadah Natal yang kita ikuti.

Tetapi pernahkan kita membayangkan peristiwa Natal di dalam Alkitab. Semua serba terbalik. Tidak ada kedamaian, yang ada adalah ketakutan, kegelisahan, kelelahan dan ketidakpastian. Bayangkan saja perasaan dan pengalaman yang harus dijalani oleh keluarga kudus. Sebelum dan sesudah Yesus lahir, Yusuf dan Maria menjalani hidup dengan tidak tenang. Mereka harus meninggalkan negeri, kemapanan hidup mereka di Nazaret, kampung halaman yang mereka cintai. Mereka harus lari dari tanah mereka menuju negeri asing, Mesir, yang punya sejarah kelam dengan Israel di masa lalu. Natal adalah tragedi kala itu. Natal adalah masa-masa sulit bagi keluarga kudus dan keluarga yang memiliki anak berusia dibawa dua tahun. Namun, menyuruh mereka untuk melarikan diri adalah cara Tuhan untuk menyelamatkan keluarga kudus dalam kehilangan bayi Yesus.

Barangkali kisah Natal di dalam Alkitab tak jauh beda dengan hidup kita. Sepanjang tahun 2019 ini, misalnya, hidup kita pun tak luput dari tragedi. Kita tak pernah menduga, membayangkan apalagi memikiran hidup ini tak berjalan sesuai dengan rencana kita. Ada banyak rencana yang meleset dari tujuan. Ada kejadian yang membuat kita menangis karena kehilangan dan kegagalan. Seperti keluarga kudus, barangkali hari-hari yang kita jalani begitu melelahkan karena harus berlari dari masalah yang satu ke masalah lainnya tanpa henti.

Hari-hari kita menjelang pergantian tahun dari 2019 ke 2020 adalah waktu yang penting bagi kita untuk mengingat kembali misteri Allah dalam hidup kita. Saat kita sedang menjalani masa yang sulit, memanggil kembali ingatan kita akan cara Tuhan yang tak terduga menolong kita melewati jalan gelap yang kita lewati di masa lalu. Ingatan itu akan mengembalikan kepercayaan diri dan kepercayaan pada Tuhan bahwa kita tidak sendiri menjalani kesulitan kita. Saat ini pula kita diajak untuk berani menghadapi masa depan kita di tahun 2020. Reinhold Niebuhr mengajarkan doa yang indah berjudul The Serenity Prayer :

God, grant me the serenity
to accept the things I can not change,
the courage to change the things I can,
and the wisdom to know the difference.

Selamat tinggal 2019, Selamat memasuki tahun 2020. Soli Deo Gloria!

(Pdt. Linna Gunawan)

NO PAIN, NO GAIN
“Kata-Nya kepada mereka semua: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan...